Hari ini kita dihadapkan dengan realitas bahwa pelatihan di IPM tidak lagi seksi dan diminati kalangan pelajar. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya keikutsertaan anggota IPM sebagai peserta dalam berbagai pelatihan yang diadakan. Bukan hal yang tabu juga salah satu penyebab IPM sering memberikan perpanjangan waktu saat pendaftaran suatu pelatihan adalah karena pendaftarnya yang masih sedikit. Alhasil apa yang ingin diupayakan IPM kepada kader melalui pelatihan tersebut menjadi sangat tidak maksimal.
Salah satu penyebab dari ketidakseksian ini adalah konsep pelatihan IPM yang gitu-gitu aja. Arahan Fasilitator – Mendengar Ceramah – Diskusi – Mendengar Ceramah – Diskusi – (sedikit) Ice Breaking – Mendengar Ceramah (lagi) – Diskusi (lagi). Begitu seterusnya sampai-sampai pelatihan IPM dianggap sebagai kegiatan yang kaku dan spaneng. Padahal anggota dan Pimpinan IPM sekarang ini didominasi oleh Gen Z dan Alpha yang mudah jenuh dan lebih suka sesuatu yang praktis. Jika dibiarkan, perkaderan IPM di generasi mendatang akan mengalami kemandekan.
Sejauh ini, ada beberapa inovasi yang ditawarkan oleh PP IPM untuk mengatasi hal tersebut. Terutama dalam penyusunan Sistem Perkaderan IPM yang baru, Tim Penyusun SPI memasukkan beberapa pembaharuan berupa Institutional Visit, Inspirational Visit, Family Group, dan yang paling menarik untuk dibahas adalah Gamifikasi.
Gamifikasi memiliki definisi konsep penggunaan mekanika berbasis permainan, estetika, dan permainan berpikir untuk mengikat orang-orang, tindakan memotivasi, mempromosikan pembelajaran dan masalah. Secara singkat, Gamifikasi merupakan upaya memasukkan unsur gim dalam pelatihan. Tujuannya adalah membangun ketertarikan (engagement) partisipan. Motivasi dan ketertarikan tersebut-lah yang akan memberikan dorongan lebih kuat kepada partisipan untuk semakin antusias mengikuti pelatihan. Gamifikasi sendiri mulai dihadirkan di forum IPM pada PKP Taruna Melati Utama PP IPM tahun 2022 di Lombok.
Ada beberapa model gamifikasi yang sangat memungkinkan untuk diterapkan di IPM:
1. Story Line
Story Line merupakan model Gamifikasi yang menggunakan narasi cerita sebagai titik acuan alur pelatihan. Menghadirkan narasi cerita ini dimaksudkan agar flow alur pelatihan dapat lebih mudah dipahami dan suasana lebih cair. Narasi cerita pun dapat dibuat sekreatif mungkin sehingga mampu membangkitkan ketertarikan peserta dalam mengikuti pelatihan, misal, narasi cerita Petualangan Mengalahkan Raja Bajak Laut, atau Perjalanan Menjadi Kesatria Jas Kuning, atau yang lainnya.
2. Bermain Peran
Model ini sangat cocok jika diterapkan bersama model Storyline. Penyebutan perangkat pelatihan diubah agar menjadi lebih menarik. Misal, Fasilitator diubah penyebutannya menjadi Pamong, Peserta menjadi Ksatria, Pemateri menjadi Admiral, dan seterusnya. Lagi-lagi model ini dapat disesuaikan dan dibuat sekreatif mungkin. Tidak ada patokan khusus. Model ini diharapkan dapat mendorong partisipasi masing-masing peserta agar suasana pelatihan semakin hidup.
3. Quiz
Model ini sangat cocok diterapkan baik untuk kegiatan Luring maupun Daring. Terlebih lagi, di era sekarang sudah banyak platform digital yang menyediakan sarana pembuatan quiz dengan tampilan menarik, seperti Quizizz, Kahoot, Sli.do, Mentimeter, Padlet, Wordwall, Quizlet, Educandy, dan Gather Town. Itu semua ada di internet. Dengan adanya model ini, peserta pelatihan tidak melulu mendapatkan materi dari pemateri. Bisa jadi quiz dapat mentransfer materi dengan lebih baik karena tampilannya yang menarik. Selain itu, model ini dapat membangkitkan rasa persaingan peserta satu dengan yang lainnya.
4. Membuat Game Sendiri
Semua orang dapat membuat game sendiri, sesederhana apapun alat yang digunakan. Bahkan, cukup dengan kertas dan spidol kita dapat membuat beberapa permainan seperti model game Tebak Kata dan Rangking Satu yang sempat trend di Stasiun TV. Bisa juga membuat permainan Ular Tangga dan yang lainnya. Yang menjadi catatan adalah bahwa konten dari permainan ini harus disesuaikan dengan materi yang ingin disampaikan. Misal, Tebak Kata “Rahmatan Lil Alamin”, atau kata “Islam Berkemajuan” dalam materi Kemuhammadiyahan. Misal lain, selain ada ular dan tangga, dapat diselipkan sub-materi yang ada di sela-sela nomor dalam permainan Ular Tangga. Akan lebih baik lagi jika di sela-sela permainan terdapat penjelasan mengenai sub-materi tersebut.
Gamifikasi membawa peran yang penting bagi kemajuan pelatihan di IPM, yang juga merupakan bagian dari perkaderan. Inovasi ini diharapkan mampu menjadikan pelatihan IPM semakin seksi, lebih diminati kader IPM (bahkan non-kader), dan mewujudkan #PerkaderanUntukSemua.
Referensi:
Jusuf, Heni. “Penggunaan Gamifikasi dalam Proses Pembelajaran”. Jurnal TICOM Vol. 5 No. 1 (2016).
https://informatics.uii.ac.id/2021/04/24/gamifikasi-untuk-pendidikan-di-masa-depan-bagaimana-bisa/
- Penulis adalah Mumtaz Fikri Danasti, Ketua Bidang Perkaderan PW IPM DIY yang kerap menyisihkan waktunya dalam pendakian gunung.
- Substansi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.