IPM.OR.ID., Yogyakarta – Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah sukses menggelar Lokakarya Nasional Pembaharuan Sistem Perkaderan IPM (SPI) dan Kopdarnas Perkaderan PW IPM se-Indonesia yang dilaksanakan secara hybrid pada Sabtu-Ahad (8-9/04/23) di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Saat pembukaan, Wakil Direktur III Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Zulfikar dalam sambutannya menyampaikan harapan agar antar kader IPM untuk saling mendukung dalam rangka menyukseskan kegiatan ini.
“Belakangan ini kader-kader dari wilayah mulai berkurang, karena itu kami juga berharap agar kader kader dari wilayah untuk masuk ke sekolah-sekolah kader, dan kami dari Madrasah Mu’allimin juga membuka lebar kesempatan kader-kader Muhammadiyah dari berbagai wilayah untuk bersekolah di Madrasah Mu’allimin,” ujar Zulfikar.
Pada saat yang sama, Nashir Efendi selaku Ketua Umum PP IPM bercerita bahwa 10 tahun yang lalu di tempat yang sama, kegiatan Lokakarya SPI diselenggarakan. Maka, pemilihan Madrasah Mu’allimin sebagai lokasi Lokakarya ini sudah sangat tepat menurut Nashir. Bukan hanya secara fisik, tetapi karena madrasah ini telah melahirkan kader-kader yang berdiaspora di seluruh Indonesia.
“Berbicara tentang IPM, jika dibandingkan dengan organisasi yang lainnya, organisasi ini menjadi yang organisasi yang paling up to date, hal ini karena dalam perkembangannya perkaderan IPM tidak monoton, kader-kadernya sadar bahwa SPI bukan kitab suci, tetapi SPI ini buatan manusia yang bisa diperbarui,” tutur Nashir.
Sesi 1 diisi oleh Saud El Hujjaj (Penyusun SPI Hijau) yang mengatakan bahwa SPI punya tuntutan untuk berubah 20 tahun sekali. Karena menurut Saud, SPI itu rancangan masa depan yaitu selama 20 tahun ke depan.
“IPM ini punya antropologi dan genealogi yang berupa SPI untuk merancang 20 tahun ke depan,” ujar Saud.
Saud juga menjelaskan bahwa dibutuhkan metodologi yang harus digunakan dalam pembentukan SPI, yaitu burhani (logis), bayani (tekstual), dan irfani (penglihatan/pengalaman). Menurutnya, pelajar Muhammadiyah sudah mempunyai sumber otentik berupa Al-Quran dan Sunnah untuk membentuk SPI sebagai manhaj.
“Dalam memperkuat pergerakan, pertama kita harus kuasai metodologi yang menyangkut analisa dan teori. Kedua kita harus paham dunia ini bekerja serta memperkuat jaringan, yakni kapitalisasi masalah pangan dan energi. Ketiga paham IT karena teknologi tidak hanya kita yang menjadi user atau pengguna saja,” jelas Saud.
Pada hari kedua, Ketua PP Muhammadiyah, Agung Danarto menyampaikan bahwa perkaderan di IPM mengalami perkembangan yang sifatnya pengembangan ideologis. Menurutnya, IPM harus punya concern terhadap akidah, ibadah, dan akhlak sebagai bagian dari ideologi kemuhammadiyahan.
“Perkaderan yang wajib ada adalah ideologis. Mutlak harus diperoleh dari Muhammadiyah termasuk dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah,” ujar Agung.
Agung juga menjelaskan jikalau keterampilan merupakan bekal sukses, yaitu keterampilan yang sifatnya harus dimiliki setiap individu. Keterampilan teknologi juga penting. Menurutnya, di era masa depan tidak hanya yang menguasai data yang sukses namun juga yang menguasai teknologi.
“Generasi Z tumbuh di era digital dan semakin tergantung pada teknologi dan multitasking. Cenderung mencari pekerjaan yang fleksibel. Cenderung sangat toleran dan terbuka terhadap perbedaan,” jelas Agung.
Kemudian acara dilanjutkan dengan penjelasan sub bagian dari pembaruan SPI yang diisi langsung oleh tim penyusun SPI. Setelah itu, Azaki Khoirudin (Penyusun SPI Kuning) menjelaskan tentang perubahan SPI dan reformasi perkaderan Muhammadiyah. Ia menjelaskan bahwa SPI kuning disiapkan oleh generasi milenial untuk menghadapi Generasi Z. SPI sekarang disiapkan dari Generasi Z untuk Generasi Alpha.
Menurut Azaki, tantangan utama penyusunan SPI yang baru adalah habit of mind (kebiasaan berfikir), padahal perubahan adalah suatu keniscayaan. Ia berharap SPI yang sekarang menggunakan logika aduktif dan nalar kognitif yang fleksibel.
“Saya yakin sekali kedepannya IPM menjadi wahana perkaderan yang paling efektif di muhammadiyah, bahkan melebihi perkaderan muhammadiyah itu sendiri karena IPM ini masih berusia belia,” ujar Azaki.
Acara dilanjutkan dengan penyampaian tanggapan-tanggapan umum dari PW IPM se-Indonesia tentang pembaharuan SPI dan penjelasan tentang pilot project karena SPI ini masih harus diuji dan disempurnakan sebelum akhirnya disahkan.
Acara selanjutnya yaitu penutupan. Ketua PP IPM Nashir Efendi dalam sambutannya mengatakan bahwa adanya perubahan perkaderan merupakan tanda bahwa tingkat keadaptifan dan inovasi yang tinggi. Hal ini juga merupakan tanda bahwa organisasi memiliki dinamika positif yang sangat tinggi.
“Jika tidak ada perubahan, makai IPM sebagai organisasi akan mengikuti organisasi lain yang memiliki pola perkaderan yang sama, yaitu memiliki pola perkaderan masa lalu,” jelas Nashir.
Ketua MPK PP Muhammadiyah Bachtiar Dwi Kurniawan dalam sambutannya saat penutupan juga mengatakan bahwa organisasi tanpa ideologi dan tanpa cita-cita itu seperti rangka tanpa nyawa. Maka dari itu, menurutnya komitmen ideologis itu harus senantiasa dirangkai dan diinternalisasikan.
Acara ini diikuti oleh kurang lebih 200 peserta, terdiri dari bidang perkaderan se-Indonesia yang hadir secara luring dan daring. Semoga pembaharuan SPI ini dapat menjalankan amanat muktamar Muhammadiyah untuk selalu melakukan pembaharuan. *(Mahda)