Kader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi Keteladanan

Kader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi Keteladanan

OpiniOpini Pelajar
18 views
Tidak ada komentar
Kader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi KeteladananKader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi Keteladanan

Kader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi Keteladanan

OpiniOpini Pelajar
18 views
Kader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi KeteladananKader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi Keteladanan
Kader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi KeteladananKader Hebat Tak Tumbuh dari Instruksi, Tapi Keteladanan

“Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tapi pewarisan nilai melalui keteladanan.”- K.H. Ahmad Dahlan.

Memperhatikan Proses Mendidik Kader

Selama mengikuti dinamika dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), terkadang seorang kader sering terjebak pada kegiatan struktural; menyusun program, membuat sistem perintah, berharap anggota pengurus akan berkembang melalui instruksi yang rapi, membuat banyak pelatihan, mengadakan rapat dan evaluasi, serta merancang pedoman kaderisasi. Semua itu penting namun tidak cukup.

Faktanya, kader terbaik tidak lahir dari ruang pelatihan semata. Mereka berkembang dari sosok panutan yang menginspirasi. Mereka tidak hanya mendengar, tapi mengamati. Tidak hanya mencatat, tapi meniru. Dan di situlah persoalan kader IPM saat ini. Terlalu banyak instruksi, tetapi minim inspirasi.

“Jangan banyak menyuruh, tapi banyak menunjukkan. Jangan banyak memerintah, tapi banyak memberi contoh.”– Buya Hamka.

Jika kita menengok kembali pada masa lalu, Muhammadiyah selalu mengedepankan pentingnya keteladanan. K.H. Ahmad Dahlan tidak pernah membentuk kader hanya melalui ceramah dan pelatihan. Beliau menunjukkan cara hidup sederhana, cara berpikir yang tajam, dan cara beragama yang progresif-dari sanalah para kader besar seperti K.H Fakhruddin, Buya Hamka, dan Buya Ahmad Syafii Maarif terlahir.

Keteladanan adalah cerminan dari nilai yang hidup. Ia tak butuh panggung, tapi konsistensi. Tak banyak bicara, tapi selalu hadir. Dan para pelajar – dalam usia pencarian jati diri akan lebih mudah menyerap sesuatu yang mereka lihat setiap hari dibanding apa yang sekadar mereka dengar sesekali.

Refleksi kader hari ini: Pemimpin Banyak, Panutan Sedikit

Saat ini, mungkin di setiap Pimpinan memiliki pengurus yang banyak, tetapi sedikit role model kader yang benar-benar menjadi contoh. Kita memiliki struktur, tapi tak selalu menerapkan budaya berorganisasi yang membangun. Sering menuntut, tetapi jarang menemani. Banyak perintah menulis, tapi tidak pernah mengajak membaca bersama. Banyak meminta aktif, tapi tidak pernah memberi ruang salah dan belajar.

Ini menjadi tantangan di setiap pemimpin untuk menjadi lebih dari sekadar manajer agenda, melainkan perlu menjadi pelatih karakter, pengarah jalan, dan yang terpenting teman tumbuh dan berkembang bersama. Karena kader tak dibentuk dari tekanan, tapi oleh penghayatan. Dan penghayatan butuh suasana yang penuh teladan.

IPM Perlu Menciptakan Ruang Teladan

Saat ini IPM tidak kekurangan kader yang cerdas, tetapi sering kekurangan kader yang tulus. Kita punya banyak kader berpotensi, tapi tidak banyak kader yang mendapatkan ruang untuk berekspresi. Oleh karena itu, proses kaderisasi jangan hanya sekadar rekrutmen dan pelatihan semata, melainkan sebagai tempat pembangunan keteladanan, ruang yang saling menumbuhkan hal-hal baik bukan ruang yang menciptakan kader yang saling menyuruh.

Perlunya perubahan-perubahan pendekatan dalam mewujudkan hal tersebut dari menyuruh hadir menjadi menemani belajar, dari menuntut loyalitas menjadi membangun rasa memiliki, dari memimpin dengan perintah menjadi memimpin dengan sikap. Menciptakan keteladanan bukan memimpin dengan gaya kuno, justru hal ini menjadi relevan untuk diterapkan di saat melemahnya identitas IPM di masing-masing kader, menurunnya minat berorganisasi di tengah meningkatnya sikap pelajar yang apatis.

Mungkin di setiap pimpinan mudah dalam membuat banyak laporan, tetapi tidak mudah membuat seorang kader mengenang sebuah sistem yang ditinggalkan. Karena bukan seberapa banyak program yang dikerjakan sebagai hal yang dikenang oleh kader tetapi bagaimana cara kita memperlakukan mereka. Apakah kita hadir disaat mereka jatuh? Apakah kita sabar saat mereka lambat? Apakah kita membela ketika mereka keliru? Rasa-rasanya, inilah yang perlu menjadi renungan kita bersama, demi ikatan kita.

  • Penulis adalah Abie Ryansyach Pratama, Ketua Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jakarta Timur periode 2023 – 2025.
  • Substansi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Jelajah Budaya IPM Jateng: Soroti Sedekah Laut sebagai Warisan Bahari Warga Gempolsewu
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.