Dulu pertama masuk sekolah, kami sekolah yang berdindingkan papan, atap sebagian bocor, dan lantai pun bukan dari material keramik layaknya sekolah lain. Ya, seperti sekolah film Laskar Pelangi itu lah. Itu pun sekolah baru berdiri di tahun 2007 yang angkatan keduanya kami yang berjumlah 28 orang, sedangkan angkatan pertama waktu itu hanya berjumlah 16 orang.
Kami sangat senang dan bahagia bisa sekolah di kampung kami langsung walaupun dengan kondisi seragam sekolah kami yang pakai baju sehari-hari rumahan. Hanya sebagian kecil di antara kami yang punya seragam sekolah merah-putih.
Perjuangan Semasa Sekolah
Hadirnya sekolah di kampung kami itu, banyak senior (Abang-abang) kami menyampaikan, kalau generasi kalian ini harus bersyukur. “Sejenak berpikir dan langsung balik menanyakan kenapa seperti itu kak?” Yah, dulu mana ada sekolah di kampung kita yang seperti sekarang kalian rasakan yang bisa langsung sekolah di dekat rumah. Dulu mereka pernah bilang ke kami, kalau ingin sekolah harus ke tetangga kampung yang ditempuh dengan jalan kaki 3 kilometer untuk bisa sampai ke sekolah.
Dan itupun kalau di jalan tidak berhati-hati, tidak barengan dengan teman-teman lain, bisa tidak aman dalam perjalanan, karena harus lewat hutan yang kadang sering ketemu binatang buas seperti babi hutan, ular, dan lainya yang sering ada di jalan yang kami lewati setiap pergi ke sekolah. Yang saya maksud sekolah yang ada di kampung itu hanya sekolah SD LKMD yang memang baru berhasil didirikan oleh abang-abang kami yang ada di dusun kami.
Selama sekolah berdiri di kampung, siswa yang paling terbanyak jumlahnya yang ada di angkatan kami yang jumlahnya 28 orang. Setelah lulus SD, kami harus melanjutkan jenjang berikutnya yang sudah barang tentu harus melanjutkan sekolah SMP, di tetangga kampung yang jaraknya 3 kilometer, yang dulu abang-abang kami sekolah. Dan sekolah yang pertama ada di tetangga kampung itu sekolah Mts Muhammadiyah yang dulu belum ada sekolah lain.
Sulitnya Akses Sekolah dan Pendidikan
Nama tetangga kampung itu Dusun Amaholu sedangkan nama kampung saya sendiri Dusun Asam Jawa yang memang salah satu kampung secara angka yang berpendidikan sangat rendah di bandingkan Dusun Amaholu atau lainya yang berdekatan dengan kampung kami itu mempunyai ukuran jumlah angka berpendidikan yang baik.
Di waktu kami ke sekolah tetap jalan kaki dengan kondisi jalan yang belum juga diaspal waktu itu, yang seperti diceritakan senior kami yang sekolah SMA-nya di MTs Muhammadiyah Amaholu, yang dulu mereka SD nya di MI Muhammadiyah Amaholu yang memang di kampung tersebut ada beberapa sekolah Muhammadiyah yang hampir beberapa kampung yang orangnya sekolah di Dusun Amaholu dan jalan yang dulu mereka lewati itu, juga jalan yang kemudian kami lewati.
Kondisi seperti itu, sampai sekarang masih sama dan kondisi seperti itu saya yakin masih banyak daerah atau perkampungan lain yang di Daerh 3T yang lebih jauh dari perkotaan yang bahkan di tempuh dengan akses transportasi yang sangat terbatas.
PP Kemendikbud Ristek dan Sekolah di Daerah 3T
Dengan kondisi seperti yang saya ceritakan tadi, jika peraturan Kemendikbud Ristek yang ingin menghapus dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimuat dalam PP Kemendikbud Ristek no 6 tahun 2021 untuk sekolah-sekolah kecil yang siswanya yang tidak mencukupi 60 orang, dari persoalan tersebut bagaimana nasib anak bangsa yang ada di daerah 3T yang rata-rata perkampungan yang penduduknya sedikit?
Kalau BOS sekolah-sekolah kecil yang siswanya sedikit itu dihapus, bahkan sampai terancam ditutup sekolahnya apa tidak menyusahkan anak bangsa ini yang ada di pedalaman itu? Lalu dimana letak keadilan untuk generasi yang tinggal di pelosok negeri ini? Apakah ini dirasa tidak diskriminatif?
Sampai kapan anak bangsa di pedalaman (3T) punya kesempatan untuk difasilitasi agar bisa survive dalam menatap masa depan layaknya generasi lain sedari awal sudah berkualitas pendidikannya? Saya bersyukur masih bisa melanjutkan sekolah sampai kuliah di Jakarta, bagaimana jika anak bangsa yang banyak di negeri ini tidak bisa berpendidikan karena sekolahnya ditutup akibat tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah?
PP Kemendikbud Ristek dan Kebijakan yang Diskriminatif
Jika mereka sekolah di tempat lain yang kondisinya seperti kisah saya tadi, apakah itu bentuk dari kedaulatan pendidikan untuk anak bangsa ada di kategori 3T tersebut? Apakah ini tidak bertentangan dengan UUD dan prinsip dasar pendidikan negara kita?
Bukannya mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tanggung jawab negara yang tertuang dalam prinsip dasar negara kita dalam UUD 1945 yang kemudian menjadi tugas bersama terlebih pemerintah untuk memberikan layanan pendidikan untuk semua anak bangsa di manapun berada di pelosok negeri ini.
Sebagai bagian dari anak bangsa, tentu kita sangat prihatin jika kemendikbud ristek sebagai pemangku kebijakan menentukan pemberlakuan dana BOS tidak melalui kajian akademik dan pertimbangan yang tidak tepat sasaran yang bahkan kontradiktif dengan UU Sistem Pendidikan Nasional bangsa ini.
Apalagi jika dalam melakukan kebijakan dengan suka-suka yang akan merugikan sekolah-sekolah kecil yang bertempat di pedalaman yang sangat memiliki kependudukan yang terbatas.
*) Catatan
- Penulis adalah Irpan Kastella, Ketua Bidang Organisasi PP IPM 2021-2023 /Direktur Pelajar Mandiri
- Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.