IPM.OR.ID., KENDARI – Nashir Efendi (Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah) dalam pembukaan kegiatan Sekolah Literasi PP IPM mengatakan bahwa literasi ialah perintah Al-Quran. Sekolah Literasi adalah sebuah program yang diselenggarakan oleh Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) PP IPM di Kendari pada Kamis-Minggu (02-05/06/22).
Kegiatan yang diikuti oleh 19 peserta ini mengangkat tema “Harmonisasi Budaya Literasi, Menuju Masyarakat Ilmu”. Turut hadir dalam pembukaan Sekolah Literasi ini Wira Muhammad Rafli (Ketua Umum Pimpinan Wilayah IPM Sulawesi Tenggara 2021-2023), Amir Mahmud (Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari), Nadiem Anwar Makariem (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi), dan Dadang Kahmad (Ketua PP Muhammadiyah).
Nashir Efendi (Ketua Umum PP IPM) dalam sambutannya mengatakan bahwa diantara banyak perdebatan mengenai literasi, adanya program Sekolah Literasi ini adalah untuk mengejawantahkan bahwasanya literasi adalah tidak sempit dan seterbatas itu.
“Kita harus bersyukur karena surat yang turun pertama adalah Al-Alaq. Maka kita harus menerjemahkan. Kira-kira kita disuruh untuk berbuat apa kalau bukan untuk memperhatikan dalam dunia literasi,” jelas Nashir.
Nashir lebih lanjut mengatakan bahwa perlu diketahui jika dalam Al-Quran banyak perintah tentang bertanya dan kritis dengan apa yang ada di sekitar kita dengan literasi.
“Kita sebetulnya di dalam Al-Quran itu diminta untuk merenungkan dan bertanya. Bertanya tentang apapun. Bertanya tentang diri kita, soal alam, soal apapun itu harus kita tanyakan. Dan itu salah satu sikap kritis yang itu identik dengan literasi,” terang Nashir.
“Maka ini tentu kemudian harus jadi trademark bagi IPM. Dimana semboyan kita ‘nuun wal qalami wama yashturuun’ bahwasanya simbol literasi itu bukan hanya pena–logo ipm saja–tetapi bagaimana kita melaksanakan itu dengan aksi yang nyata,” lanjut Nashir.
Oleh sebab itu, menurut Nashir, diperlukan beberapa agenda besar sebagai upaya kita menghidupkan budaya literasi. Paling tidak kalau literasi itu dimaknai secara tradisional maka menerjemahkan literasi ialah hadirnya lapak baca.
“Secara digital, dengan media, kita sebagai peneduh di tengah situasi yang gaduh. Maka hadirnya program ini (Sekolah Literasi PP IPM) adalah sebuah awal,” tutup Nashir.*(iant)