Menulis adalah bagian dari pekerjaan menyelamatkan peradaban. Beberapa waktu belakangan ini nyaris semua kegetiran manusia di muka bumi adalah soal kondisi bumi yang berubah drastis. Perebutan sumber air bersih, lumpur lapindo yang tak kunjung selesai, pembangunan hotel yang tak sesuai amdal, pembakaran hutan, eksploitasi hutan sawit, dan tentu saja banyak contoh lain dapat dikemukakan untuk menjelaskan gentingnya kondisi bumi hari ini. tak ada yang dapat memastikan kapan reduksi material alam ini akan berhenti. Giddens, seorang ahli sosiologi menggambarkan kondisi dunia hari ini seperti truk besar (juggernaut) yang meluncur bebas dari satu titik terjal bukit menuju landai. Menurut Giddens, kondisi dunia hari ini diliputi oleh ketakpastian yang justru disebabkan oleh teknologi.
Alam dalam hal ini, menjadi korban yang paling menyedihkan. Nyaris semua orang berpikir soal “pindah dari bumi” tanpa pernah berpikir dan bertindak untuk menjaga bumi sebagai warisan bagi generasi di masa mendatang. Dalam rangka memperkuat kesadaran kolektif mengenai pentingnya menjaga bumi, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah bermaksud menyelenggarakan sayembara kepenulisan.
Peran-peran kolektif dan individu dalam menyelamatkan bumi harus didukung oleh banyak pihak, termasuk di dalamnya membangun kesadaran ekoliterasi melalui aktivitas menulis. Melek ekologi (ecoliteracy) adalah sebuah istilah yang digunakan oleh Fritjof Capra seorang filosof, untuk menggambarkan tingkat kesadaran manusia yang paling tinggi, yakni menghargai lingkungan hidup (ekosistem). Menurut Capra, masa depan manusia bergantung pada kesadaran ekoliterasi. Upaya menuju melek ekologi harus diperkuat melalui kampanye dan sosialisasi tentang pentingnya menjaga alam. Melalui sayembara kepenulisan dengan tema “Spirit Ekoliterasi untuk Islam Berkemajuan” diharapkan pembentukan kesadaran bahwa manusia merupakan khalifah fil al-ardh menjadi lokus dari gerakan Islam Berkemajuan Muhammadiyah bagi lingkungan. IPM, sebagai organisasi otonom Muhammadiyah memiliki peran untuk menjaga konsep khalifah fil al-ardh sebagai bentuk manusia al-ma’un dan al-‘ashr.
Adapun proses penilaian sayembara mempertimbangkan beberapa hal berikut: Pertama, konten tulisan. Karya tulis ekoliterasi yang diharapkan dari setiap peserta melibatkan informasi objektif, refleksi subjektif, dan perspektif kritis-transformatif. Konten tulisan yang mampu menunjukkan tiga hal ini akan menjadi sebuah karya yang baik. Secara umum, juri menemukan narasi-narasi besar mengapa alam menjadi rusak dan mengapa menjadi sangat penting keterlibatan kelompok muda untuk merespon kerusakan alam. Beberapa alasan menurut para penulis, ialah narasi soal (1) global warming, (2) hak dan kewajiban manusia sebagai penghuni bumi, (3) dampak industri, (4) human non educated, (5) ideologi pembangunan yang eksploitatif. Variatifnya narasi-narasi yang dikemukakan oleh penulis menunjukkan generasi muda saat ini cukup jeli melihat persoalan.
Era keterbukaan informasi menjadi alasan beragamnya perspektif yang digunakan. Hal ini mempengaruhi konten yang mengangkat beberapa topik berikut: (1) menggagas gerakan peduli lingkungan, (2) mendorong keterlibatan lembaga pendidikan dalam konservasi ekologi, (3) mengkritisi eksploitasi lingkungan industri, (4) informasi mengenai perkembangan gagasan peduli lingkungan di setiap sekolah, (5) solusi atas kerusakan lingkungan.
Kedua, penyajian narasi. Karya tulis yang dikirim pada umumnya terdiri atas teknik penulisan dan gaya penyajian narasi yang beragam. Hal ini tentu saja merupakan suatu kelebihan khusus yang dimiliki oleh setiap peserta lomba kepenulisan ekoliterasi. Para juri memahami bahwa menulis data yang komprehensif tidak akan menjamin penyajian narasi yang menggugah. Pada masa sekarang, informasi mengenai kerusakan lingkungan sebenarnya sangat lazim. Terutama narasi soal global warming yang sangat popular diterima publik sebagai konsepsi perubahan lingkungan. Juga soal peran masyarakat sipil secara individual yang mempercepat proses kerusakan. Narasi umum semacam ini tentu saja harus dikemas dan disajikan secara baru dan kritis. Penyajian narasi yang kita butuhkan saat ini adalah narasi yang mampu melampaui keterangan-keterangan semacam itu. Beberapa penulis mencoba teknik penulisan reflektif subjektif. Teknik demikian sangat bagus untuk mengungkapkan kondisi kerusakan lingkungan secara baru dan menarik.
Ketiga, kepesertaan. Lomba sayembara kepenulisan ekoliterasi melibatkan banyak peserta. Mereka pada umumnya memang tidak diseleksi berdasarkan jenjang pendidikan. Hasilnya, para peserta menunjukkan karya tulis yang informatif dan menarik. Semua tulisan yang masuk ke juri termasuk karya tulis yang layak. Memang terdapat beberapa kesalahan teknis penulisan, tetapi hal itu tidak menjadi soal karena pertimbangan konten begitu kuat. Kepesertaan dari jenjang pendidikan menengah pertama juga menunjukkan kemampuan menulis yang bagus.
Lomba sayembara kepenulisan ekoliterasi yang diselenggarakan oleh PP IPM sejak bulan Maret hingga Juni 2016 pada akhirnya telah memutuskan beberapa nama berikut sebagai pemenang lomba sayembara:
1. Nadya Mazayu Nur S. “Andai Dia Tahu, Mungkin Tidak Seperti Ini” | SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik
2. Alvina Thoriq “Ijo Royo Royo, Keindahan Bumiku” | SMA Negeri 1 Batang
3. Arisandi Wafa P. “Selamatkan Kotaku dari Kelangkaan Air” | SMA Negeri 2 Batu
4. Carollina Angel Syahputri Ibrahim “GAIP, Lestarikan Lingkungan Sekolah” | PR IPM Darul Ulum Muhammadiyah Galur
5. Nabhan Mudrik “Mulai dari Pelajar!” | Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
6. Rifki Alfia Nuriska “Sekolahku Ramah Lingkungan” | SMA Trensains Muhammadiyah Sragen
7. Moh. Wahyu Syafi’ul Mubarok “Jaga Bumi dengan Harga Diri” | MA Al Ishlah Sendangagung, Paciran, Lamongan
8. Meriyanti “Mengembalikan Keramahan Bumi” | SMA Muhamamdiyah Plus Toboali, Bangka Selatan
9. Mukzizah Ayu Arfianti “Sekolahku Ramah Lingkungan” | SMA Muhammadiyah 1 Babat, Lamongan
10. Iklima Imanda LP “Peka Lingkungan Dikit” | Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta
Kepada para menenang, selamat!
Nuun Walqalami Wamaa Yasthuruun