IPM.OR.ID – Dalam rangka menghimpun materi untuk Muktamar XIV mendatang, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan tajuk Suluk Pimpinan: Rancang Bangun Kepemimpinan IPM Berdampak yang diselenggarakan pada Selasa-Ahad (24-29/6/2025).
Pada FGD klaster yang pertama, tema yang diangkat adalah “Arah Baru IPM dalam Kesehatan Mental dan Jiwa (Hifzh an-Nafs)”. Dalam FGD kali ini, beberapa penyaji yang dihadirkan adalah Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) Malaysia Ratna Yunita, Pendiri Peacesantren Welas Asih Irfan Amalee, Founder sahabattumbuh.id Danik Eka, dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dyah Puspitarini
Isu FGD yang terlaksana pada Selasa (24/6/2025) ini merupakan isu yang diperlukan dalam menghadapi era sekarang. Menurut Ratna Yunita, banyak riset yang menyampaikan bahwa kesehatan jiwa di Indonesia berada pada angka yang tinggi
“Semakin ke sini kita semakin mudah untuk self-diagnosed, ini hal yang menyedihkan karena kita terlalu mandiri dalam mencari informasi. Hal ini disebabkan karena penyakit mental masih dianggap tabu, sehingga orang merasa malu untuk bertanya pada ahlinya,” ujar Ratna.
Namun, perubahan itu sebuah keniscayaan, sebuah keniscayaan yang mendatangkan konsekuensi. Maka dari itu kita harus dapat menyesuaikan diri
Kuncinya menurut Irfan Amalee adalah tentang bagaimana kita bisa mengendalikan pikiran kita untuk dapat mengendalikan emosi kita. Apa yang kita rasakan itu berpengaruh pada yang kita pikirkan dan apa yang kita lakukan
“Saya rasa, ketika IPM mau ngomongin soal ini (kesehatan mental dan jiwa), maka ini adalah waktu yang tepat. Alasannya adalah isu mental ini semakin ke sini semakin kompleks. Pendidikan sekarang jarang sekali mengurus hal-hal yang sifatnya berupa persoalan kehidupan,” kata Irfan.
Pembahasan yang IPM sedang angkat adalah tentang bagaimana membuat merasa lebih baik dengan mengupayakan melakukan hal yang lebih baik.
“Jangan harap program IPM keren kalau orangnya nggak bahagia. Jangan berharap programnya berdampak kalau tidak bisa berdampak baik untuk diri sendiri,” ucap Co-Founder PeaceGeneration itu.
Tema kesehatan mental dan jiwa ini pada dasarnya berangkat dari konsep Maqashid Syariah atau tujuan-tujuan yang terkandung dalam syariat Islam demi kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, poin Maqashid Syariah yang diambil adalah Hizh an-Nafs yang bermakna menjaga jiwa.
Danik Eka menyampaikan bahwa sebenarnya Maqashid Syariah merupakan isunya Gen Z dan Gen Alpha.
“Kita melihat ada tiga tujuan penting dalam konsep Maqashid Syariah, yakni konsep keadilan bisa tercapai, lalu menolak segala bentuk kerusakan, dan yang ketiga adalah melakukan harmonisasi dan keberlanjutan,” tutur Danik.
Melihat itu, sebagai bagian dari generasi Z, pelajar Muhammadiyah seharusnya menjadi penggerak zaman. Alasannya adalah pelajar Muhammadiyah secara filosofis merupakan seorang kader. Jadi, ketika berbicara tentang IPM, maka seharusnya yang dibicarakan adalah bagaimana menjadi seseorang yang berdampak bagi sekitar dan bahkan diri sendiri.
Menurut Dyah Puspitarini, IPM harus menjadi lebih solutif dalam menyikapi berbagai macam permasalahan.
“Beberapa waktu yang lalu, teman teman KPAI dan ‘Aisyiyah menemukan bahwa ada masalah nasional di mana teknologi berkembang sangat cepat, tetapi persoalannya ada di literasi pengguna. Hal inilah yang kemudian menjadi permasalahan di generasi sekarang,” ujar Dyah.
Selepas pemaparan dari para penyaji, FGD dilanjutkan dengan tanya jawab tentang permasalahan utama yang dibahas dalam sesi kali ini, yakni mengenai kesehatan mental dan jiwa dalam ranah pelajar.