IPM.OR.ID., JAKARTA – Tobacco Control Ikatan Pelajar Muhammadiyah (TC IPM) baru saja menggelar Seminar Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) pada Sabtu (28/05/22) di Auditorium PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat. Kegiatan yang dihadiri oleh total 100 orang partisipan baik secara daring dan luring ini bertajuk “Komitmen Bersama, Lindungi Generasi Muda dari Bahaya Tembakau”.
Turut hadir dalam kegiatan ini Nashir Efendi (Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah), Imran Agus Nurali (Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat), Seto Mulyadi (Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia), Agus Samsudin (Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum PP Muhammadiyah), Anisya Aulia Lestari (Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia), dan Laila Hanifah (Ketua PP IPM Bidang Ipmawati).
Imran Agus Nurali (Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat) dalam pemaparan keynote speech-nya memaparkan data-data penting mengenai angka prevalensi perokok di Indonesia. Di awal, Imran menampilkan data-data terkait yang menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki masalah kesehatan yang persisten. Salah satu yang bermasalah dan dicetak tebal ialah tingginya angka kematian bayi. Menariknya, tingginya angka kematian bayi itu juga diikuti dengan angka stunting.
“Stunting pada anak, menurut data dari PKJS UI tahun 2018 5,5 % lebih tinggi pada anak dengan orang tua yang merokok,” ujar Imran.
Lebih lanjut, Imran memaparkan pula data-data yang menunjukkan bahwa jumlah orang yang mengonsumsi rokok di usia muda. Menurut data, angka prevalensi angka yang mengonsumsi tembakau usia 10-18 tahun semakin meningkat. Dari 7,2% tahun 2013 hingga 9,1% tahun 2018.
Berdasarkan data-data ini lah kemudian Imran memaparkan bahwa sejatinya, rokok ke depannya akan menjadi ancaman bagi bonus demografi. Anak muda yang tidak sehat akan menyebabkan hambatan pada bonus demografi. Oleh karenanya, anak muda harus diajak untuk sama-sama ikut terlibat dalam upaya pengendalian tembakau.
“Tidak merokok itu keren. Kementrian kesehatan tidak bisa bekerja sendiri. Untuk bisa menurunkan angka prevalensi perokok maka kita memerlukan berbagai pihak,” tutup Imran.
Setelahnya, dipandu oleh Nadila Amalia (Pimpinan Pusat IPM) sebagai Master of Ceremony, acara berlanjut pada penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM). Penandatangan tersebut langsung dilakukan oleh Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto (Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia) dan Nashir Efendi (Ketua Umum PP IPM).
Gemuruh tepuk tangan menghiasi Auditorium PP Muhammadiyah pada pagi hari itu seraya menyambut MoU antara LPAI dan PP IPM.
Setelahnya, acara berlanjut pada diskusi panel yang dimoderatori dengan apik oleh Ari Budi Pratama (Pimpinan Pusat IPM). Para peserta terlihat antusias mendengarkan diskusi yang diisi langsung oleh Agus Samsudin (Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum PP Muhammadiyah), Laila Hanifah (Ketua PP IPM Bidang Ipmawati), Seto Mulyadi (Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia), dan Anisya Aulia Lestari (Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia).
Agus Samsudin selaku Ketua Majelis MPKU PP Muhammadiyah dalam pemaparannya mempertegas komitmen Muhammadiyah dalam isu pengendalian tembakau.
“Muhammadiyah tidak perlu lagi komitmennya. Karena setahu saya yang mengeluarkan fatwa haram merokok ya, Muhammadiyah,” ucap Agus.
Secara tertulis, fatwa haram mengenai rokok itu tertuang dalam Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 6 tahun 2010 tentang Hukum Merokok.
“Berdasarkan fatwa tersebut, olehnya maka tugas kita kepada Persyarikatan Muhammadiyah untuk bisa berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian tembakau sebagai bagian dari upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan dalam kerangka amar maruf nahi munkar,” jelas Agus.
Lebih lanjut, Agus juga menyatakan bahwa Muhammadiyah berkomitmen dalam isu pengendalian tembakau. Diantara bentuk komitmen itu adalah dengan terbentuknya Muhammadiyah Tobacco Control Network (MTCN) sebagai wadah koordinasi nasional pengendalian tembakau/rokok di lingkup Muhammadiyah , terselenggaranya berbagai kegiatan advokasi kebijakan kawasan tanpa rokok nasional dan sub-nasional, advokasi kebijakan cukai rokok nasional.
“Jadi kalau saya bilang, apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah ini sudah all out. Sekarang memang tantangannya adalah stamina kita harus kuat. Karena tidak bisa tidak upaya pengendalian tembakau ini tidak boleh berhenti,” tutup Agus.
Tidak kalah menarik dengan pemaparan yang dilakukan oleh Agus, Laila Hanifah (Ketua PP IPM Bidang Ipmawati) berbicara mengenai isu rokok dalam pandangan anak muda. Laila mengawalinya dengan memaparkan sebuah hasil penelitian yang mengatakan bahwa 9 dari 10 perokok dewasa pernah merasakan rokok pertamanya sebelum delapan belas tahun.
Ia juga menuturkan sebuah hasil penelitian yang tidak kalah mencengangkan. Berdasarkan hasil penelitian, setiap orang dewasa yang meninggal dunia secara dini itu karena mereka sudah merokok sejak muda.
“Usia remaja ini adalah usia yang sangat rentan dari target merokok. Bukan karena kita masih muda atau tidak berdaya, tetapi karena memang industri rokok sengaja menargetkan anak muda,” jelas Laila.
Oleh sebabnya, menurut Laila, supaya anak muda tidak menjadi subjek, maka anak muda harus yang memegang kendali. Ketika industri rokok melakukan inovasi-inovasi terhadap produknya, anak muda tidak boleh terkecoh.
“Tidak ada rokok yang lebih berbahaya, tidak ada rokok yang lebih ber-racun, karena semua rokok pada dasarnya sama-sama buruk dan berbahayanya,” tutup Laila.
Pemaparan dari Laila Hanifah kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Kak Seto. Sahabat anak yang memiliki nama lengkap Seto Mulyadi ini adalah Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia.
Menurut Seto, pengaruh iklan rokok terhadap perilaku remaja kuat sekali. Ia kemudian menyinggung bahwa dahulu ada anak dari Indonesia bernama Aldi yang dinobatkan oleh dunia karena kepiawaiannya merokok di usia yang sangat belia.
“Karena rokok, hak hidup anak menjadi terancam,” ujar Seto.
Seto menyoroti bahwa kenaikan jumlah perokok pada anak terjadi karena maraknya iklan. Menurutnya, iklan rokok punya potensi besar menjadikan anak menjadi perokok pemula. Mengiklankan rokok, menurut Seto, artinya mengiklankan zat adiktif yang mengancam hak hidup dan tumbuh kembang anak.
“Larang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok karena hal tersebut mengganggu hak anak. Itu yang perlu untuk kita lakukan dan suarakan bersama,” ucap Seto.
Tak kalah menarik, Seto lebih lanjut juga menekankan bahwa keluarga dapat menjadi kunci agar anak terjauh dari perilaku merokok. Ia menghimbau agar orang tua di rumah dapat menjadi sahabat dan idola anak.
Menurut Seto, suasana yang ramah pada keluarga akan menjadikan anak tidak tergelincir pada perilaku merokok. Hargai setiap potensi anak. Sistem pendidikan yang baik akan turut menciptakan kepribadian dan karakter anak yang baik.
Kak Seto, begitu ia akrab disapa, di sela-sela pemaparannya juga menyempatkan untuk menyanyikan lagu. Suasana ruangan menjadi hangat dan riang karenanya. Yang menarik dari itu, Kak Seto juga menyampaikan sebuah rumusan praktis untuk hidup sehat: GEMBIRA.
Huruf ‘G’ yang dimaksud Seto adalah (G)erak. “Gerak maksudnya jangan mager,” jelas Seto. Adapun huruf ‘E’ yang dimaksud ialah (E)mosi cerdas. Emosi cerdas artinya adalah tidak mudah baper.
Huruf ‘M’ dalam GEMBIRA itu berarti (M)akan dan minum yang sehat, huruf ‘B’ berarti (B)ersyukur, beribadah, dan berdoa. Huruf ‘I’ yang dimaksud ialah (I)stirahat. Menurut Kak Seto, upayakan paling tidak agar kita istirahat dari dendam, dari iri, dan benci.
Huruf selanjutnya ‘R’, merupakan kependekan dari (R)ukun dan ramah dalam keluarga. Sedangkan, huruf terakhir yaitu ‘A’ merupakan kependekan dari (A)ktif berkarya.
“Termasuk berkarya untuk melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya merokok,” ucap Seto.
Setelah pemaparan materi dari Seto Mulyadi yang banyak membahas mengenai sudut pandang anak, Anisya Aulia Lestari (Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia) turut memperkaya diskusi dengan membahas rokok dalam sudut pandang lingkungan.
Sebagaimana diketahui, rokok memiliki keterkaitan dengan dampak lingkungan. Menurut pemaparan Anisya, ada sekitar dua pertiga dari total 5,6 triliun batang rokok atau 4,5 triliun punting rokok yang dihisap dibuang sembarangan.
“Puntung rokok menyumbang 40% dari semua sampah yang ditemukan di tempat sampah perkotaan. Puntung rokok terdiri dari ribuan serat selulosa asetat, dan hal ini akan membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi rokok untuk terurai,” jelas Anisya.
Lebih dari itu, Anisya dalam kesempatan ini juga menyebut bahwa penggunaan rokok itu menimbulkan kerugian. Tidak hanya dalam hal lingkungan, tetapi juga kesehatan. Hal itu tertuang dalam UU Kesehatan No.39 tahun 2009 pasal 113 menyebutkan bahwa penggunaan rokok menimbulkan kerugian, harus dilakukan pengamanan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan serta lingkungan.
“Selain undang-undang itu, UU No. 39 tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 1995 tentang Cukai menyebutkan bahwa rokok berdampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan hidup,” tukas Anisya.
Melengkapi pemaparan tersebut, setelahnya menurut Anisya, ada empat langkah yang bisa dilakukan oleh anak muda untuk bisa mencegah dan menguragi penggunaan tembakau. Pertama, ikut berkolaborasi dan aktif bersuara. Kedua, bergabung dalam gerakan peduli lingkungan. Ketiga, memberikan edukasi kepada masyarakat yang berfokus pada upaya preventif. Keempat, berdonasi pohon untuk melindungi hutan.
Berakhirnya pemaparan dari Anisya turut mengakhiri sesi diskusi yang dipandu oleh Ari Budi Pratama. Setelah pemaparan dan diskusi tersebut, Nashir Efendi (Ketua Umum PP IPM) lalu menyampaikan closing speech-nya.
Menurut Nashir, industri rokok hari ini tengah melakukan penjajahan pikiran kepada anak-anak muda di Indonesia.
“Kita sedang dijajah. Kalau dulu kita dijajah secara fisik. Tembak-tembakan dan perang. Hari ini, kita juga sedang dijajah. Tidak dengan perang karena yang dijajah adalah pikiran kita dan itu jauh lebih sulit,” jelas Nashir.
Nashir lebih lanjut juga menyebut bahwa hari ini, anak muda harus melihat bahwa semua yang kontra terhadap agenda pengendalian tembakau adalah upaya penjajahan yang mejajajah sejak dalam pikiran.
“Kesehatan adalah bentuk kebenaran universal. Puntung rokok itu mengancam lingkungan. Kalau sekarang dikatakan bahwa rokok itu bermanfaat, maka manusia pasti berdebat. Tetapi mari kita kesampingkan hal itu dulu dan mulai perhatikan lingkungan kita, hewan, dan biota alam yang ada,” ujar Nashir.
Sebelum melakukan penutupan, setelah pemaparan-pemaran dari para narasumber dan closing speech, para peserta dan narasumber kemudian bersama-sama melakukan launching Gerakan 1000 surat dan Youth Ambassador TC IPM.
Gerakan ini menjadi komitmen TC IPM dan pelajar-pelajar Muhammadiyah seluruh Indonesia untuk senantiasa terlibat dalam upaya pengendalian tembakau. Youth Ambassador TC IPM ini merupakan inisiasi yang dilakukan untuk pelajar agar bisa menjadi agen perubahan sebaya dalam rangka pengendalian tembakau.
Selain itu, pembuatan 1000 surat yang juga diluncurkan bersamaan dengan Youth Ambassador ini nantinya akan ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Surat ini merupakan suara pelajar-pelajar dari seluruh Indonesia, bahwa rokok adalah ancaman bagi anak muda. Rokok adalah musuh bersama dan punya potensi besar merampas hak-hak pelajar.*(iant)