IPM.OR.ID.,– Pemaksaan Jilbab yang terjadi di SMAN 1 Banguntapan Bantul menjadi sorotan publik, tak terkecuali Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM). Pasalnya berdasarkan ketentuan dari Permendikbud no 45 tahun 2014, sekolah tidak boleh membuat peraturan atau himbauan bagi peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.
Nashir Efendi Ketua Umum PP IPM 2020-2022 menilai Lembaga pendidikan justru harus memberi ruang atau kesempatan bagi peserta didik untuk secara mandiri mengekspresikan diri.
Salah satunya tanpa pemaksaan seragam sesuai atribut agama untuk sekolah negeri sehingga anak memiliki kepercayaan diri yang tinggi, bersandar pada budaya, bisa bekerja sama dengan baik dan nyaman, bisa berkomunikasi, serta sanggup berpikir kritis dan kreatif.
‘’Sekolah negeri justru harusnya terdepan sebagai sekolah penyemai keberagaman. Jangan justru menyempitkannya dengan sebuah pemaksaan,’’ dikutip dalam akun twitter Nashir.
Kader IPM kelahiran Lamongan ini mengatakan bahwa Lingkungan belajar itu harus bebas dari tiga dosa besar, yaitu tidak ada perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual. “Ketiga hal itu menjadi indikator prasyarat terselenggaranya pembelajaran yang berkualitas,” imbuhnya.
Berkaitan dengan hal itu, Ketua Bidang Ipmawati PP IPM Laila Hanifah juga menanggapi hal yang sama. Perundungan harus disingkirkan, pemaksaan-pun telah dilarang dalam agama, apalagi menyudutkan pihak yang bersangkutan hingga menyebabkan depresi. Keduanya tidak boleh meski menggunakan dalih agama.
Sementara dilansir dari Tempo, Kepala SMAN 1 Banguntapan menepis tudingan pemaksaan pemakaian hijab. Pihaknya mengaku guru BK dan wali kelas memasangkan jilbab pada anak korban di dalam ruang BK. Namun, dalihnya hanya sebagai tutorial. Namun, proses penyelidikan atau penelusuran oleh pihak berwewenang masih berjalan.
Selanjutnya, Ketua Bidang Perkaderan Nabhan Mudrik AlYaum menegaskan bahwa dalam ranah fikih, Kita (Red: umat muslim) tidak boleh menghakimi orang karena berbeda. ‘’Artinya, yang penting lembaga pendidikan bisa menyediakan berbagai pilihan, memberikan informasi dan edukasi, serta membebaskan pilihan setelah informasi tersampaikan,’’ papar ketua bidang perkaderan ini.
Dalam Islam, hal ini juga tidak sesuai dengan maqashid syariah hifz-al nafs (menjaga jiwa), kata Nabhan, agama ada untuk menjadi rahmat dan membawa ketenangan, bukan ketakutan.
“Kalangan umat Islam juga menurutku nggak perlu ikut emosi ketika ada sebagian muslimah memilih buat nggak berhijab, Karena jilbab kan pakaian, nggak ada hubungannya pakaian dengan akhlak dan karakter pelajar,’’ imbuhnya.
Di akhir, Nabhan berpendapat sebaiknya fokus ke hal-hal yang sifatnya mewadahi potensi & kreativitas pelajar. Termasuk memikirkan bagaimana 10-20 tahun ke depan pelajar bisa mendapat akses pendidikan, kesehatan, dan hunian yang terjangkau. (*Vyr)