PP IPM Menilik Kematian Jurnalisme Melalui Film “A Thousand Cuts”

PP IPM Menilik Kematian Jurnalisme Melalui Film “A Thousand Cuts”

BeritaDaerah Istimewa Yogyakarta
575 views
Tidak ada komentar

[adinserter block=”1″]

PP IPM Menilik Kematian Jurnalisme Melalui Film “A Thousand Cuts”

BeritaDaerah Istimewa Yogyakarta
575 views

IPM.OR.ID., YOGYAKARTA Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) dan Lembaga Media dan Komunikasi PP IPM bekerja sama dengan Ashoka Indonesia mengadakan acara bedah film yang diselenggarakan pada Minggu (09/04/2023).

Berlokasikan di Kantor PP IPM di Gedoeng Moehammadijah Yogyakarta, kegiatan ini dihadiri oleh 19 peserta. Kegiatan ini mengupas tentang film dokumenter Filipina-Amerika yang berjudul A Thousand Cuts. Film ini bercerita tentang Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang semula memperoleh tanggapan baik dari rakyat, maupun pers. Namun, pidatonya yang kontroversial menimbulkan kecurigaan bagi salah satu lembaga pers, dan kecurigaan tersebut kemudian terbukti dari banyaknya korban yang jatuh selama masa pemerintahannya berlangsung.

Ketua Bidang PIP IPM Riandy Prawita menyampaikan dalam sambutannya perihal perbedaan pemberlakuan kebijakan pers antara Filipina dan Indonesia serta korelasi antara penayangan film dokumenter ini dengan ranah IPM.

“Bekerja sama dengan Ashoka Indonesia, film ini berkaitan dengan kondisi jurnalistik di Filipina yang tentu berbeda dengan kondisi jurnalistik di Indonesia. Banyak insan pers yang diburu oleh pemerintah karena banyak yang memberitakan kebenaran. Kaitannya dengan IPM adalah bagaimana kita dalam berdakwah harus tetap memiliki integritas dalam menyiarkan agama,” jelas Riandy.

Beranjak ke sesi diskusi yang dipimpin oleh Ayunda N Fitri dan Nabila Adinta sekaligus sesi inti, keduanya memulai diskusi dengan menyampaikan pendapat masing masing dari dua sudut pandang yang berbeda, yakni dari sudut pandang ilmu komunikasi dan sosial budaya. 

Menurut Ayunda, yang menarik dari film ini adalah bagaimana cara pemerintah menggunakan para publik figur sebagai “alat politik”, tanpa para publik figur itu sendiri sadari. Sedang, menurut Nabila hal yang dapat kita lihat dari film ini  adalah perihal tanggapan dari sebagian besar warga Filipina yang secara mengejutkan setuju terhadap kebijakan “kekerasan” yang diberlakukan.

Sebagai penutup, Bulan selaku moderator mengajak kepada seluruh partisipan untuk menghargai hak pilih yang kita miliki dalam menentukan masa depan negara dan langkah yang harus kita ambil dalam menghadapi pergolakan politik, terutama pada masa pemilihan umum 2024 nanti. *(Lisa)

Lokakarya Nasional Pembaharuan SPI, Nashir Efendi : Adaptif, Inovatif dan Dinamika yang Positif
Menelisik Wajah Baru SPI, IPM DIY Adakan Collaboratalk Perkaderan
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.