Nashir Efendi: Subjek Dakwah Membutuhkan Moderasi Tanpa Harus Mendengar Moderasi

Nashir Efendi: Subjek Dakwah Membutuhkan Moderasi Tanpa Harus Mendengar Moderasi

BeritaPP IPM
1K views
Tidak ada komentar
Nashir Efendi: Subjek Dakwah Membutuhkan Moderasi Tanpa Harus Mendengar Moderasi

[adinserter block=”1″]

Nashir Efendi: Subjek Dakwah Membutuhkan Moderasi Tanpa Harus Mendengar Moderasi

BeritaPP IPM
1K views
Nashir Efendi: Subjek Dakwah Membutuhkan Moderasi Tanpa Harus Mendengar Moderasi
Nashir Efendi: Subjek Dakwah Membutuhkan Moderasi Tanpa Harus Mendengar Moderasi

IPM.OR.ID – Pada kegiatan Obrolan Seputar Soal Islam (OBSESI) episode ke-111 mengundang Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) Nashir Efendi diundang sebagai salah satu narasumber. Selain Nashir, Ketua Umum Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Nurul Hidayatul Ummah juga menjadi narasumber. Selain itu, turut hadir pula Kepala Subdirektorat Kemitraan Umat Islam Ali Sibromalisi yang memberikan keynote speaker. Kegiatan tersebut ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Bimas Islam TV pada Rabu (16/03/22). 

Adapun OBSESI episode ke-111 membahas tentang Transformasi Digital dan Moderasi Beragama dari Sudut Pandang Generasi Milenial dan Generasi Z. 

Nashir menjelaskan konsep moderasi beragama, generasi milenial dan generasi z yang enggan diafiliasikan dengan golongan tertentu dan bahasan tentang, hambatan dalam mensosialisasikan konsep moderasi beragama.

Miskonsepsi Konsep Moderasi Beragama

Nashir menjelaskan bahwa banyak miskonsepsi yang berkaitan dengan konsep moderasi beragama. “Banyak yang mengira dalam moderasi beragama itu yang diubah adalah agamanya, padahal yang diubah adalah praktik dalam kehidupan beragama. Karena dari awal, agama Islam sudah moderat secara ajaran,” ucap Nashir.

Lebih lanjut, Nashir mengatakan bahwa banyak ditemukan perbedaan antara idealnya ajaran dengan praktek. “Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pemahaman konsep atau strategi yang baru agar praktik dalam kehidupan beragama dapat menghasilkan agama Islam yang meneduhkan. Kita harus sadar bahwa ada kekurangan dalam cara beragama kita dan tidak boleh beragama seenaknya kita sendiri. Penting bagi kita untuk menyesuaikan dengan masyarakat karena beragama bukan hanya tentang hubungan dengan Tuhan saja, tetapi juga tentang hubungan antar manusia,” jelas Nashir.

Generasi Gado-Gado Menurut Nashir Effendi

Nashir menyebutkan bahwa generasi milenial dan generasi z adalah generasi “gado-gado” atau disebut juga generasi hybrid.

“Mereka enggan untuk mau diafiliasikan ke satu kelompok, mereka ingin terlihat netral. Namun, dalam praktiknya, karakteristik Islam yang dibangun oleh mereka adalah karakteristik Islam yang belum moderat. Dan cara yang dibutuhkan untuk menghadapi hal itu adalah dengan membuat narasi tandingan tanpa mengidentikkan satu kelompok saja,” jelas Nashir.

Usaha Moderasi Beragama di IPM

Dalam proses moderasi beragama, Nashir menjelaskan bahwa IPM melalui hasil Muktamar membuat rumusan ideologis bernama Khittah Moderasi Pelajar. Khittah Moderasi Pelajar ini berisi penjelasan-penjelasan ulang mengenai diksi-diksi yang berkaitan dengan keislaman anak muda. 

“Diksi-diksi yang berkaitan dengan keislaman yang ada di internet bukan penjelasan-penjelasan yang moderat, tetapi mengarah kepada satu kecenderungan tertentu yang belum bisa menghadirkan Islam yang memiliki nilai-nilai keseimbangan,” jelas Nashir.

Nashir sendiri menilai bahwa penjelasan-penjelasan beragama yang ada di internet terkesan saklek karena hanya melihat Islam dari simbol atau pakaian saja. Padahal, perintah untuk membuang sampah pada tempatnya ataupun menyingkirkan duri atau paku di jalan itu juga termasuk bagian dari ajaran Islam.

“IPM memiliki sebuah platform yang memaparkan Islam moderat ke anak muda, bernama Sabda Milenial. Lalu IPM juga memiliki program Pelatihan Da’i Pelajar yang menghasilkan kader-kader digital yang tujuannya bisa menghasilkan narasi tandingan yang positif di media sosial,” kata Nashir.

Hambatan dalam Menyosialisasikan Konsep Moderasi Beragama

Nashir mengungkapkan bahwa kendala yang dihadapi dalam menyosialisasikan generasi milenial dan generasi z mengenai moderasi beragama, yakni: Pertama, generasi sekarang mereka cenderung memiliki keinginan untuk melakukan proses yang cepat dengan hasil yang besar. Kedua, adanya infiltrasi dari kelompok lain yang kadang kala IPM sendiri gelagapan untuk bisa menghadapi mereka. Ketiga, kurangnya literatur-literatur keagamaan yang sesuai dengan nilai-nilai moderat yang mudah dicerna, tetapi tidak mengurangi substansi dan nilai dari ajaran Islam terutama di daerah luar Pulau Jawa yang memiliki “perhatian khusus” dalam moderasi agama.

Nashir juga menjelaskan terkait hal penting dalam  konsep toleransi adalah bertemu, misalnya terkait perbedaan-perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU bukan menjadi masalah yang besar dan bisa dibicarakan baik-baik dan saling memahami satu sama lain. Nashir menyampaikan bahwa subjek dakwah itu membutuhkan moderasi tanpa harus mendengar moderasi.

“Untuk bisa menghasilkan tujuan moderasi ini, dibutuhkan cara baru seperti perebutan narasi yang positif di media sosial maupun di ruang nyata agar konsep moderasi tersebut bisa diterima secara utuh. Selain itu, dibutuhkan pula sosok influencer dan role model yang bisa membawa Islam yang rahmatan lil alamin dengan cara bil hikmah wal mauidzatil hasanah,” tutup Nashir. *(Yud)

Tags: ,
Logo Resmi Taruna Melati Seluruh Indonesia Rilis, Berikut Filosofinya!
Adakan Kelas Media 101 #3, Lembaga PP IPM Bahas Pentingnya Manajemen Sosial Media
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.