Kebebasan bermimpi pelajar lapas anak Kendari

Kebebasan bermimpi pelajar lapas anak Kendari

Opini
882 views
Tidak ada komentar
Kebebasan bermimpi pelajar lapas anak Kendari

[adinserter block=”1″]

Kebebasan bermimpi pelajar lapas anak Kendari

Opini
882 views
Kebebasan bermimpi pelajar lapas anak Kendari
Kebebasan bermimpi pelajar lapas anak Kendari

Awal bulan Juni, bukan hujan yang turun selayaknya novel karya kak Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni), melainkan kegiatan Sekolah Literasi yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM). Kegiatan yang berlangsung di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara ini diikuti oleh 15 peserta dari berbagai wilayah. Saya menjadi delegasi dari PW IPM Sulawesi Selatan bersama dua teman saya, Muhammad Imran Nur dan Zul Jalali Wal Ikram.

Di hari terakhir Sekolah Literasi di Kota Kendari, kami mengunjungi Lapas Anak Kelas 2, akrab dikenal dengan LPKA Tayo. Sebelum masuk ke LPKA Tayo, kami diberikan beberapa himbauan, di antaranya ponsel dikumpulkan, dilarang memotret dan dilarang menanyakan masalah pribadi kepada anak-anak di LPKA Tayo. Siang kala itu sangat terik, kami disambut oleh 60 anak laki-laki yang diasumsikan berumur 14–19 tahun. Semuanya bersemangat menyambut rombongan peserta sekolah literasi dengan jargon “LPKA, Tayo!”.

Gambaran saya tentang lapas berbeda setelah melihat lapas anak ini. Lapas yang bersih, terawat, penuh fasilitas penunjang kreatifitas dan fasilitas beribadah, berbeda dengan yang ada di lapas orang dewasa. 

Di lapas anak ini kami diberikan tantangan oleh fasilitator yang diketuai mbak Nadhifah, agar memberikan seminar literasi dan beberapa pendampingan khusus. Kala itu, kami menyampaikan seminar literasi dan berakhir pada pembagian kelompok diskusi. Saya bersama Reza dari Jawa mendampingi 11 anak.

Di depan dapur umum, kami duduk melingkar dengan santai, angin sepoi-sepoi melengkapi khidmatnya pertemuan perdana kami. Pertemuan dimulai dengan perkenalan diri masing-masing. Mayoritas dari mereka berasal dari tanah Sulawesi Tenggara, kecuali satu anak yang berasal dari Bone, namun tinggal di Kolaka dan bekerja sebagai kuli panggul pelabuhan. Hal yang bisa kita refleksikan bersama, anak-anak di sana dominan bekerja di usia yang harusnya mereka meraih pendidikan di bangku sekolah. Di saat kampanye melanjutkan pendidikan terus disemarakkan, ternyata masih banyak anak yang patah pulpen karena diperhadapkan dengan ekonomi keluarga dan kurangnya pendampingan.  

Kami memberikan beberapa pengantar tentang pentingnya menulis dan membaca sebelum akhirnya memulai praktik. Diselingi games yang berhadiah wafer cokelat, mereka terlihat sangat antusias. Anak asal Konawe yang berperawakan tinggi dengan rambut ikalnya yang lucu memperoleh wafer lebih banyak dari yang lain karena kreativitasnya. Saya setidaknya belajar dua games baru dari anak ini.

Di akhir pertemuan, kami meminta mereka untuk menuliskan sebuah surat. Surat yang setidaknya memuat tiga poin penting, yang pertama “deskripsikan kelebihan kamu”, kedua “sampaikan hal yang kamu syukuri”, dan ketiga “jelaskan harapan dan cita-citamu”. Di luar dugaan, mereka sangat antusias untuk menulis, bahkan sampai ada yang menulis dua lembar. Setelah mereka menulis, saya sedikit menjelaskan bahwa bermimpilah dengan bebas, selalu ada jalan untuk mimpi baikmu terwujud. Mayoritas dari mereka bercita-cita menjadi seorang polisi dan pesepakbola (mungkin 2 profesi ini umum di kalangan  laki-laki), adapula yang hanya menuliskan keinginannya untuk bebas, dan adapula yang ingin tetap tinggal.

Ada satu motivation letter yang menggugah hati saya dari tulisan mereka. Bunyinya seperti ini, “Saya bermimpi menjadi seseorang yang baik, kemarin saya tidak baik dan hari ini saya ingin menjadi baik. Harus ada yang menjadi polisi dan membantu anak-anak seumuran kami belajar menjadi baik.” Saya tersentuh dengan kedewasaan berpikir mereka.

Kedewasaan berpikir mereka pun berbanding lurus dengan keinginannya untuk belajar. Di Akhir pertemuan, saya memberikan buku berjudul “Waktunya Berkembang”, sebuah buku bergenre Self Development karya Amy Newmark dan Loren Slocum Lahav yang sebelumnya menjadi buku kesayangan saya. Buku itu sampai diperebutkan oleh mereka. Membagikan buku merupakan salah satu agenda kami sebagai alumnus Sekolah Literasi PP IPM 2022 untuk membentuk pojok baca atau lapak baca di lapas anak. Project plan pendirian rumah baca di lapas pertama kalinya ditempatkan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Keren.

  • Penulis adalah Lia Asmira, Sekretaris Bidang PIP PW IPM Sulawesi Selatan. Penulis  dapat dihubungi di Instagram @asmiraliaa
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Mengembalikan IPM ke Jalan Tengah
Berkolaborasi Bersama PRA, IPM Sukoharjo Adakan Kajian Pemuda
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.