IPM Orde Baru

IPM Orde Baru

Opini
1K views
Tidak ada komentar
IPM Orde Baru

[adinserter block=”1″]

IPM Orde Baru

Opini
1K views
IPM Orde Baru
IPM Orde Baru

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) merupakan organisasi atau sekumpulan kelompok yang memiliki tanggung jawab serta peran masing-masing. Mereka hadir sebagai panggilan untuk melanjutkan perjuangan Muhammadiyah sejak 1961.

Sebagai organisasi, IPM memiliki kontrol dan otoritas pada wilayah lingkungannya, yakni pelajar. Sekumpulan otoritas yang saling berkoordinasi. Organisasi adalah struktural atau anatomi dari kepala hingga kaki (organ) yang sedang berproses atau sedang mencari cara sehingga koordinasi sangat dibutuhkan.

Menurut saya organisasi hadir dikarenakan sebagai cara alternatif dalam memecahkan suatu persoalan sosial sehingga dibentuk sekumpulan kelompok yang akan berperan atas lingkungan sosialnya, bagaimana. KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama dan masih banyak lagi, itu semua demi memecahkan persoalan sosial, tergantung konteks sosialnya masing-masing. 

Tanggung jawab IPM adalah mewujudkan pelajar islam yang sebenarnya, terampil, cakap dan menjunjung tinggi nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena memang IPM merupakan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, yang merasa terpanggil untuk menyegerakan ikut mengambil bagian dalam menjawab permasalahan-permasalahan keagamaan sebagaimana yang diperjuangkan Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan dulu.

IPM adalah Muhammadiyah yang berada di front pelajar. Pada dasarnya kebijakan-kebijakan IPM adalah bagaimana kita mengambil peran dalam menampilkan dakwah-dakwah di kalangan pelajar pada umumnya, tetapi dibutuhkan refleksi kembali apakah kita masih mengambil peran untuk berdakwah belakangan ini?

Yang paling menonjol adalah kaderisasi yang dilaksanakan IPM suguhan materinya bermuatan berat pada Ilmu-ilmu modern yang mana abad modern sendiri sengaja melahirkan sekularisasi ilmu pengetahuan sebagai bentuk perlawanan atas otoritas gereja di abad pertengahan. Cirinya adalah liberalisme–metafisika dan yang berbau mistis dan keagamaan dihilangkan di Abad Modern, para seniman memahat patung-patung sebagai bentuk kebebasan.

Otoritas IPM Tentang Pelajar

IPM memiliki andil untuk memecahkan persoalan pelajar. Oleh karena IPM hadir untuk memantaskan diri di hadapan pelajar dan siap hadir sebagai pemberi solusi. Bukan saja masalah-masalah pada umumnya, terkhusus lagi yakni pemberi solusi terhadap masalah mental dan keagamaan. IPM telah siap menggeluti masalah itu, dikarenakan IPM memang sudah siap dari dalam, internal dan kepiawaian setiap kader. Apa yang dikenal sebagai kaderisasi isinya adalah pembekalan. 

Apa yang disebut memberikan andil? Kata yang lebih tepat barangkali yakni sumbangsih. IPM organisasi yang berdiri di front pelajar yakni tampil dimuka, di barisan terdepan pelajar-pelajar adalah tameng. Pada gerakan-gerakan yang sangat teknis IPM memiliki gerakan preventif, pencegahan, sebagai representatif kader-kader yang solutif. Solusi yang tidak bersifat sporadis namun solusi pencegahan sehingga reseptif dan memadai kapanpun dibutuhkan. Salah satu alasan untuk mengetahui bagaimana IPM hadir? Bagaimana gerakan-gerakan yang harus dihasilkannya? Yakni terdapat di mars IPM pada lirik “tampillah di muka”. 

Sumbangsih apa yang telah diberikan kepada pelajar? Adakah sesuatu yang memberikan hasil untuk kemajuan pelajar? Saya sendiri sebagai kader IPM merasakan manfaat berada di organisasi ini dan itu cukup saya sadari ketika masih duduk dibangku SMA, sebagai pelajar ketika itu yang didik dan ditempa di IPM membuat saya memiliki pengalaman yang lebih intens terkait dinamika-dinamika kelompok termasuk hal-hal praksis didalamnya. Karena itu IPM memberikan pengayaan terhadap pengalaman seseorang, menumbuhkan mental-mental kritis dan peka sosial.

Tetapi itu dirasakan oleh mereka yang sebagai kader yang telah melalui proses kaderisasi berjenjang. Sumbangsih apa? Hasil kemajuan seperti apa yang telah dihasilkan untuk pelajar? Alhasil untuk menjawabnya tentu bukan dengan kaderisasi atau perkaderan. “Ikut perkaderan dulu biar kamu rasakan manfaatnya”, bukan seperti itu yang dibutuhkan untuk menjawabnya. Tetapi pelajar dalam arti yang kolektif, kemajuan yang adiluhung misalnya membuka kelas alternatif untuk pelajar umum, membentuk penilaian riset politik untuk diberikan ke sekolah-sekolah agar siswa mampu memahami variabel-variabel apa saja yang bisa berpengaruh pada isu yang ada di indonesia, sehingga siswa bisa paham dan sedikit mengalihkan waktu bermain game nya untuk membaca buku, mensosialisasikan aturan-aturan yang tengah menjadi problematis, paling tidak dapat berdampak besar bagi pelajar.

Tampillah dimuka adalah isyarat untuk memberikan sumbangsih, bukan sekedar lirik dan tidak sekedar dinyanyikan. Sumbangsih disini adalah kemajuan kolektif untuk pelajar pada umumnya, hasil yang besar, adiluhung. Sebagai organisasi pelanjut perjuangan Muhammadiyah tentu harus meniru Muhammadiyah. Muhammadiyah mampu mendirikan sekolah, rumah sakit, dan perusahaan. Saya tidak bermaksud untuk mengusulkan IPM harus mendirikan atau menciptakan hal yang serupa, tetapi pertanyaan saya apa yang diciptakan IPM? Apa yang didirikan? Saya kira itulah panggilannya.

Satu lagi untuk menutup di dalam pembahasan ini. Saya mengusulkan untuk memahami asal-usul keilmuan yang dicaplok oleh organisasi ini. Yang kedua, terhadap keilmuan itu perlu kiranya diamati dan dievaluasi secara mendalam apakah memiliki manfaat bagi kebudayaan kita dan kondisi sosial kita? Misalnya Appreciative Inquiry (AI) apakah tepat untuk kebudayaan (Bangsa, Muhammadiyah, dan Pelajar) kita?. Saya juga ingin menegaskan bahwa sebagai organisasi dakwah nilai-nilai spiritual agama kita harus senantiasa inheren dengan segala keilmuan dan kebijakan yang dirumuskan.

Hati-hati dalam Imaji modern yang berkembang di barat yang meruntuhkan Abad Pertengahan, yakni Abad ke-18 akhir. “Islam berkemajuan tetap melekat dalam satu gerakan pencerahan peradaban, jangan mengambil frasa berkemajuan saja dan menghilangkan Islamnya”.

Superhero IPM

Sedikit saya berimaji, tiba-tiba ingatan masa kecil berada pas di depan saya. Intinya Power Rangers. Berwarna kuning, pink, merah, hijau, biru, namun idola saya yang hitam. Dalam setiap aksinya selalu mengajarkan arti kerjasama tim, mereka memang superhero. Hasil kerjasama mereka mampu menumpas kejahatan dimuka bumi. Tetapi, di dunia nyata tidak ada yang berpakaian seperti itu dengan kekuatannya yang mampu meletuskan bukit-bukit dan gedung. Di tempat kita yang ada, mereka yang berhati mulia yang telah memajukan umat dan bangsa. Para pejuang dan pahlawan yang telah mengusir penjajah. Barangkali setiap film superhero ingin menggambarkan sosok kepahlawanan. 

Superhero selalu tampil berhadap-hadapan melawan penjahat secara terbuka. Sebab superhero memiliki alasan untuk memastikan penjahat yang dihadapinya telah kalah, menyerah, serta bisa diberikan hukuman karena telah mengotori dunia dengan perilaku jahatnya. Ketika meresahkan masyarakat dunia, superhero merasa terpanggil.

Superhero berangkat dari niat yang tulus. Tanpa pamrih seperti guru yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Ia cuma punya satu tujuan yakni agar keadaan kembali damai dan tenang, maka dari itu superhero harus betul-betul tulus, rela berkorban. Barangkali orang ingin menjadi superhero karena didalam hatinya ada rasa cinta yang universal, anti perbudakan, emansipasi, peka terhadap penderitaan orang. 

Mereka yang memiliki perasaan-perasaan tersebut lantas membuatnya menjadi tulus dan tanpa pamrih sudah pasti mereka adalah superhero. Mereka yang memiliki kualitas yang sama dengan superhero yang ditampilkan di televisi mereka adalah superhero di kehidupan nyata. Para pahlawan kita memiliki kualitas kesadaran itu dalam perjuangannya mengusir penjajah. Manusia adalah makhluk sosial, kita tidak hidup sendiri, kita berdampingan dengan makhluk-makhluk dan alam. Kerusakan dan juga penderitaan yang dialami makhluk dan alam adalah tanggung jawab kita, juga penderitaan kita. Mari belajar dan mencontoh Rasulullah SAW, KH. Ahmad Dahlan, Mahatma Gandhi dan saya kira begitu banyak tokoh-tokoh yang patut dicontoh. 

IPM punya caranya sendiri dalam menentukan Superhero-nya. Melalui musyawarah (Muktamar, Musywil, Musyda). Awalnya sebagai calon superhero namun yang menjadi superhero merekalah yang terpilih dengan kebulatan suara lebih banyak dengan syarat dan ketentuan serta kualitas keilmuannya. 

Mereka yang terpilih tentu memiliki ketulusan untuk mengabdi di IPM, tanpa pamrih untuk berjuang demi keummatan. Karena orang besar akan diberikan tanggung jawab yang besar, layaknya superhero. Para calon tentu tidak ingin mencalonkan dirinya pada musyawarah, kecuali ia merasa siap, memiliki ketulusan, dan tanpa pamrih.

Tetapi kita ibaratkan saja itu adalah dunia idea-nya Plato. Yakni idea-idea, kesempurnaan hanya ada di atas langit, surga. Apa yang kita pernah alami dan rasakan adalah bagian dari cetakan-cetakan kesempurnaan. Manusia, bagi Plato ; tidak akan dapat menemukan kesempurnaan, karena adanya di surga karena yang kita alami adalah pantulan dari surga sehingga ia hanyalah cetakan-cetakannya.

Oleh Filsuf timur menyebutnya sebagai filsafat Iluminasi; bahwa manusia pernah mengalami kesempurnaan yakni ketika di alam roh, ketika dilahirkan kedunia kesempurnaan itu dihapuskan dikarenakan dunia ini kotor dan gelap sehingga cahaya pada manusia itu meredup dan kesempurnaan itu haruslah dicari sendiri sehingga manusia pada hakikatnya selalu bertanya sebagai bentuk pencarian kebenaran.

Manusia tidak pernah berhenti mencari kebenaran, inilah yang dilakukan oleh Socrates, Plato, Rene Descartes. Bagi Socrates kebenaran dapat ditemukan dengan bertanya; Ketika Delphi (Peramal) mengatakan kepada penduduk kota “Socrates adalah orang yang paling bijaksana”. Mendengar itu Socrates berjalan-jalan ke alun-alun Kota Yunani untuk membuktikan itu dan menemukan bahwa setiap orang yang dianggap bijaksana oleh masyarakat menurut Socrates tidaklah bijaksana karena mereka merasa memiliki pengetahuan yang sesungguhnya mereka tidak ketahui. Alhasil Socrates menegaskan bahwa Kebijaksanaan yang Delphi katakan itu memang benar dan itu berasal dari ketidaktahuan Socrates seperti yang diungkapkannya “hanya satu yang aku ketahui, yakni aku tidak mengetahui apa-apa”.

Bagi Plato, kebenaran dapat ditemukan dengan kekaguman. Kekaguman akan sesuatu membuat kita takjub dan terus menggali pengetahuan. Pendirian Lyceum akademi (Universitas) milik Plato adalah usahanya untuk memberikan kekaguman ilmu pengetahuan kepada masyarakat kaum muda sehingga banyak yang tertarik untuk belajar dan menggali ilmu pengetahuan. Sedangkan bagi Descartes, kebenaran ditemukan melalui keraguan. Meragukan sesuatu yang dapat diragukan sampai keraguan itu tak berdaya dan itulah kebenaran.

Sebagai kader IPM saya ingin memberontak, sebab bagi saya ada yang begitu mengganjal dalam proses penentuan Superhero IPM. Menurut saya, dalam gelanggang itu ada Invisible Hand yang mengatur dari luar dan calon superhero itu saling bertarung. Memang cukup beralasan bahwa IPM tidak dapat independen perihal kepentingan.

Memberontak bagi saya adalah awal langkah revolusi namun istilah ini jangan di identikkan dengan mengangkat bedil, senjata, anarkis dan semacamnya. Tetapi revolusi tanpa pertumpahan darah seperti yang diimpikan oleh Leo Tolstoy. Revolusi adalah perbaikan. Sesuatu yang salah mesti diperbaiki, tetapi kesalahan bersistem diperbaiki dengan cara revolusi. Ia harus menghasilkan perbaikan yang besar, dan yang diperbaiki adalah sistemnya.

Nama IPM pernah berganti menjadi IRM, SPI juga berganti, dan gerakan berganti-ganti disesuaikan dengan perkembangan. Semua adalah upaya memperbaiki. Tetapi mengapa kejanggalan pada Musyawarah tidak dapat diperbaiki?

Barangkali ini pertalian dengan tidak bisanya IPM independen perihal kepentingan. Karena IPM selalu membutuhkan ortonom lainnya. Memang kita membutuhkan bantuan tangan senior, tetapi apakah harus terlibat jauh sampai ke musyawarah? Saya kira ini akan menarik bila  didiskusikan. Adakah jaminan bahwa keterlibatan senior-senior di musyawarah untuk kemajuan IPM jangka panjang? Atau adakah yang dapat memberikan kami jaminan bahwa keterlibatan sejauh itu bukan kolusi dan nepotisme? Sayang sekali jika demikian, karena yang dianggap superhero ternyata bukan. Karena dengan adanya Kolusi dan Nepotisme, kelayakan sebagai pemimpin itu tergugurkan. 

Saya harap hal-hal seperti ini tidak ada di IPM karena akan berimbas pada organisasi itu sendiri. Karena yang dimaksud sebagai organisasi ternyata tidak seperti semestinya. Koordinasi akan terpangkas dan menjadi sempit, kerjasama kepahlawanan untuk kemajuan pelajar tidak menjadi titik fokus, sebab rekonsiliasi akibat perpecahan menguras tenaga yang besar.

IPM sebagai organisasi akan menjadi bias sehingga sangat sulit membedakannya. Sebagai sekedar perkumpulan, tak terkoordinir alhasil kita sebagai kader dan generasi selanjutnya akan sulit menafsirkan “Apa itu IPM?” ketika diminta untuk menjelaskannya di hadapan pelajar dan masyarakat. Tentu berimbas juga kepada kita yakni kita akan sulit mengekspresikan diri kita sebagai kader IPM

Suatu ketika ada seorang teman yang sebagai kader IPM ditanya oleh tokoh masyarakat di desanya ketika sedang KKN “Apa itu IPM?” dengan cepat dia menjawab “Semacam koperasi Pak”.

Meningkatkan Pemahaman Keorganisasian untuk IPM sebagai Organisasi

Organisasi memang kelihatannya seperti miniatur negara, terdapat unsur-unsur yang sama, dan fungsi-fungsi tertentu yang juga sama. Negara memiliki hirarkis, begitupun organisasi. Negara mempunyai struktur begitupun organisasi. Sehingga tepat juga dikatakan sebagai miniatur negara tetapi itu dari segi bentuk, lebih jauh lagi dapat juga kita katakan bahwa organisasi itu adalah pembantu negara, sebab organisasi harus menjemput itikad baik aturan dan kebijakan negara demi memajukan bangsa dan negara.

Misalnya dibentuknya suatu undang-undang baru IPM sebagai organisasi dapat mengkaji undang-undang tersebut dan dapat juga berdiskusi bersama pengambil kebijakan sehingga hasilnya dapat disosialisasikan di kalangan pelajar.

Organisasi sebagai pembantu negara hanya diperuntukkan demi kemajuan bangsa dan negara. Tetapi ketika arahnya berbeda, IPM sebagai organisasi berbalik arah menjadi mitra kritis dan pengkritik negara, sehingga apa yang dimaksud bahwa organisasi adalah pembantu negara adalah istilah yang tidak tetap sehingga sebagai pembantu yang dimaksud hanyalah bergantung pada tujuan.

Istilah Organisasi sebagai mitra kritis dan pengkritik mengandaikan bahwa organisasi itu netral, objektif, moderasi, dan hanya berpihak kepada kepentingan kemajuan dan nilai-nilai yang adiluhung. Sebagai mitra kritis organisasi dapat ikut mengambil peran dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan dihasilkan negara. Sebagai pengkritik, organisasi sebagai penunjuk arah dan pemberi solusi apabila terdapat kebijakan yang dianggap salah. 

Jadi mengenai organisasi kita menemukan tiga definisi, barangkali masih ada, tetapi ini sudah cukup, yakni pertama, Organisasi sebagai miniatur negara . Kedua, Organisasi sebagai pembantu negara. Ketiga, Organisasi sebagai mitra kritis dan pengkritik.

Barangkali ini hanyalah usaha saya yang seperti tautologi, saya tahu bahwa pembaca sudah mengetahui apa itu organisasi bahkan lebih baik daripada apa yang saya ketahui. Tetapi saya kira perlu diberikan demarkasi atau pembeda sehingga kebaruan tersingkirkan dan kita dapat melihat evidensi dan kejelasan mengenai apa itu organisasi. 

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa IPM perlu menunjukkan identitasnya sebagai miniatur negara yakni bahwa dia memiliki peran, fungsi yang jelas, matang secara konsep dan gagasan. Tetapi barangkali itu tidak ada apa-apanya dibandingkan manfaatnya yang lebih besar. Yakni kita harus merumuskan organisasi kita dan meramunya sedemikian mungkin agar tampil menarik sehingga sebagai identitas IPM tidak lagi di salah-arti-kan. Ingat teman saya yang mengatakan IPM semacam kooperasi. Juga menarik minat yang jauh lebih luas lagi kalau bisa sampai mereka merasa kagum.

IPM perlu disegani maka dari itu ia harus tampil sebagai mitra kritis yang berani berhadap-hadapan di muka penguasa dan kezaliman. Masih banyak yang perlu untuk ditambahkan tetapi mengingat ini adalah sebuah ringkasan dari opini; maka dicukupkan. Semoga kita bisa konsisten mengurai pikiran-pikiran kita menjadi tulisan.

  • Penulis adalah Fadli Dason, Ketua Bidang Advokasi PW IPM Sulawesi Selatan.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Berkolaborasi Bersama PRA, IPM Sukoharjo Adakan Kajian Pemuda
Asah Minat Bakat Melalui Pelatihan 3 Bidang: Siap Adu Skill Pelajar Muhammadiyah Banyumas
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.