IPM Adalah Manifestasi Pelajar Profetik

IPM Adalah Manifestasi Pelajar Profetik

OpiniOpini Pelajar
2K views
Tidak ada komentar
IPM Adalah Manifestasi Pelajar Profetik

[adinserter block=”1″]

IPM Adalah Manifestasi Pelajar Profetik

OpiniOpini Pelajar
2K views
IPM Adalah Manifestasi Pelajar Profetik
IPM Adalah Manifestasi Pelajar Profetik

Sebelum membahas tentang bagaimana sinkronisasi antara Ilmu Sosial Profetik dan Pelajar Muhammadiyah, mari kita membahas sedikit sekilas tentang apa dan bagaimana Ilmu Sosial Profetik itu. Ilmu Sosial Profetik merupakan buah pemikiran dari Kuntowijoyo yaitu seorang intelektual Muhammadiyah yang berpendapat bahwa ilmu sosial tidak boleh berkutat dan berpuas dalam menjelaskan dan memahami realitas, ilmu sosial seharusnya mengemban tugas–tugas yang implementatif untuk masyarakat sehingga tidak hanya menjadi sebuah teori saja.

Dari keilmuan berbasis profetisme ala Kuntowijoyo ini menghasilkan tiga buah trilogi yaitu transendensi, liberasi, dan humanisasi, ketiganya memiliki kesinambungan yang berkelanjutan dalam membentuik peran kader Muhammadiyah dalam berorganisasi serta bermasyarakat dengan bingkai sifat dan nilai kenabian yang dapat diterapkan oleh kader persyarikatan.

Tidak afdal rasanya jika seorang warga Muhammadiyah tidak mempelajari dan menerapkan keilmuan berbasis profetisme dalam menjalankan persyarikatan, karena nama “Muhammadiyah” sendiri berarti pengikut Muhammad dan sudah seharusnya pengikut Nabi Muhammad juga menerapkan dan mengaplikasikan sifat kenabian dari Nabi itu sendiri.

Keberadaan pemikiran Islam Profetik ini bukan bermaksud untuk menciptakan Nabi–Nabi baru, tetapi justru untuk menciptakan kader-kader yang memiliki sifat dan kepribadian kenabian yang terampil, berilmu dan berakhlak mulia sehingga dapat bernilai aplikatif.

Muhammadiyah dan Pemikiran Profetisme

Untuk menjaga spirit amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah diperkenalkan dengan paradigma profetik yang dibahas oleh Heddy Sri-ahimsa Putra dalam bukunya yang berjudul “ Paradigma Profetik, Mungkinkah? Perlukah? “. Makna profetik dalam buku tersebut dapat diartikan sebagai sifat kenabian atau manusia yang mengemban tugas suci ilahi yang diwujudkan dalam kehidupan sehari–hari, Kuntowijoyo juga mengemukakan adanya etika profetik yang menghasilkan tiga prinsip utama yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi yang ketiganya diambil dari kaidah surat Ali – Imran ayat 110. 

Nilai–nilai profetisme juga menjadi salah satu spirit Muhammadiyah dalam menjalakan persyarikatan dan menyempurnakan manifestasi dari Teologi Al – Maun dan Teologi Al – ‘Ashr yang selama ini digaungkan oleh Muhammadiyah mengenai ayat Al-Qur’an yang berbasis pada perintah pertolongan dan ayat berbasis pemberdayaan yang diwujudkan melalui berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) serta Lembaganya. Muhammadiyah banyak menyediakan fasilitas untuk masyarakat melalui tafsir dari dua teologi tersebut.

 Padahal ada hal krusial lain yang mungkin dilupakan oleh Muhammadiyah yaitu bermasyarakat dan berbaur dengan lingkungan akar rumput, maka dengan nilai profetisme ini Muhammadiyah bisa dengan leluasa menjadi bagian besar dari pergaulan di tengah masyarakat yang selama ini masih sulit disentuh oleh dakwah Muhammadiyah karena sebelumnya Muhammadiyah terkesan masih bersikap elitis dan kurang berbaur.

Prinsip humanisasi dari etika profetik sudah diterapkan berbaur dengan masyarakat akar rumput dan mendapatkan kesan yang baik bagi masyarakat selain hanya menjadi penyedia jasa fasilitas saja. 

Pendidikan Profetik Yang Membebaskan

Pendidikan profetik adalah hal yang cocok untuk diterapkan pada dunia pendidikan Indonesia di abad ke–21 karena profetisme adalah satu paradigma yang bisa diterima oleh masyarakat Muslim di Indonesia, karena sebagai umat beragama tentunya harus menerapkan dan mencontoh perilaku dari Nabi nya, apalagi dalam metode pembelajaran dan penyerapan ilmu yang tentunya membutuhkan konsep kenabian dalam memilah ilmu dan mengimplementasikannya. 

Kuntowijoyo juga menegaskan, bahwasanya misi Tuhan menurunkan para Nabi ke Bumi adalah untuk membebaskan manusia dari dunia jahiliyah yang tidak sama dengan misi pembebasan dari dunia barat yang bertumpu pada sekulerisme, Pendidikan profetik dimaksudkan untuk membentuk generasi terpelajar yang berilmu serta berakhlaqul karimah dan menerapkan sifat kebijaksanaan yang dicontohkan oleh Nabi.

Pendidikan profetik juga berbicara tentang metode yang  sangat berbeda dengan pendidikan modern barat yang bertumpu pada sains, logika, dan materialisme. Metode yang digunakan adalah dengan menyeimbangkan ilmu melalui tiga pendekatan yaitu bayani, burhani, dan irfani yang ketiganya merupakan salah satu epistemologi cabang ilmu filsafat dalam khazanah filsafat Islam.

Dengan metode seperti itu, maka akan terbentuk cendekiawan Muslim dengan paradigma profetisme dan tidak terhanyut dalam pemikiran sekulerisme. Bisa dibayangkan betapa hebatnya jika terwujud sebuah pendidikan yang memanusiakan, membebaskan, dan berketuhanan yang sejalan dengan amanah nasional pendidikan di Indonesia kemudian dijadikan satu frame dalam pembangunan sumber daya manusia yang mencerminkan ajaran dari para Nabi nya. 

Membentuk Pelajar Profetik

Keilmuan dan pembelajaran tentu membutuhkan instrumen pengajar dan objek yang akan diajar, melalui semua yang dibahas mulai dari ilmu sosial profetik oleh Kuntowijoyo, paradigma profetisme Muhammadiyah, dan pendidikan profetik yang ketika ditarik benang merahnya maka akan mengerucut pada satu instrument penting yang akan memanifestasikan impian dari profetisme tersebut yaitu para pelajar.

Dari semua produk yang ditawarkan untuk Taáwun kebangsaan tersebut, golongan yang akan menerima dampak dari pendidikan profetik tersebut adalah para pelajar. Pendidikan profetik menghasilkan kurikulum dan pengajar yang berlandaskan profetisme sehingga menghasilkan kader profesional berjiwa profetik, maka main-product yang dihasilkan dari persilangan keduanya adalah terbentuknya pelajar profetik yang tercipta dari tujuan mulia profetisme pendidikan Islam untuk bangsa yang berkemajuan. 

Semua orang yang masih punya keinginan untuk belajar adalah tergolong sebagai seorang pelajar, dan orang yang masih mengamalkan ajaran serta contoh perilaku baik dari Nabi adalah seorang yang menganut profetisme. Jika kedua hal tersebut digabungkan, maka itu adalah sebuah manifestasi dari Pelajar Profetik mengalami transformasi sosial dari pendidikan lama menuju ke pendidikan yang bernafaskan nilai profetisme sehingga akan membentuk pelajar muslim yang sebenar – benarnya.

*) Catatan

  • Penulis adalah Muhammad Harish Ishlah, Ketua Bidang Advokasi PD IPM Kab. Gresik
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

 

Tags:
Pernyataan Sikap PP IPM, Terkait Permendikbud Ristek Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler
Eksistensi Pelajar di Tengah Problematika Pendidikan
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.