Corak, Propaganda dan Penyadaran Dalam Bermedia IPM

Corak, Propaganda dan Penyadaran Dalam Bermedia IPM

OpiniOpini Pelajar
1K views
1 Komentar

[adinserter block=”1″]

Corak, Propaganda dan Penyadaran Dalam Bermedia IPM

OpiniOpini Pelajar
1K views

Media menjadi instrumen yang banyak digunakan dalam menjaga ‘hidup’ baik dalam ranah individu, kelompok hingga rezim. Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai representasi dari kelompok membutuhkan media untuk tetap hidup, menjadi entitas yang tersiar dan dikenal. Hingga pada titik tertentu dapat menjadi hulu dari media, awal dari suara dan gerakan yang disampaikan melalui proses penyaluran informasi yang unik dan kompleks.  Media dalam IPM di atas kertas mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menggerakkan massa pelajar Muhammadiyah di Indonesia. Namun hal tersebut terhalang oleh rintangan yang timbul baik dari dalam maupun luar lingkungan IPM. Corak, propaganda dan alat penyadaran adalah hal yang seharusnya menjadi mesin penggerak media dalam IPM agar dapat efektif menentukan arah gerak massa, pedoman dan inspirasi. Hal tersebut lama-kelamaan luntur, hanyut dalam arus ke-instan-an. Sehingganya fungsi-fungsi tersebut dapat diulas dan menjadi perbaikan ke depan dalam perkembangan media IPM.

Corak yang hilang

Setiap manusia memiliki coraknya tersendiri, menjadi pembeda hingga menjadi simbol yang mencirikan sesuatu. Hingga corak tersebut masuk dalam sebuah kelompok, melebur dan menjadi plakat pembeda dari kelompok lain.. Adanya pembeda mempunyai maksud memberikan warna dan keunikan dalam ber-IPM, bukan menjadikan IPM berkubu, sekat dan fraksi. Perbedaan yang dibuat oleh corak, membuat IPM kaya akan nilai, memperoleh penyatu utama yaitu militansi, sumber dari api pergerakan yang menyatukan. Hadirnya corak kini tak lagi menghadirkan militansi. Ia hanya menjadi pembeda yang sama, Persamaan yang tak jauh beda. Hal tersebut dikarenakan adanya gelombang globalisasi yang mengantarkan perkembangan teknologi informasi semakin masif, sistemasi dan cepat (Cipto, 2019). Menghantarkan informasi dari satu sisi ke sisi yang lain dalam hitungan mikrodetik. Memecah isolasi dan autarki. Globalisasi memberikan kita tren sebagai corak yang baru, ia bukan merupakan pembeda yang menyatukan.

Namun, kesamaan yang menyamakan tak tentu menyatukan. Tren menyebabkan hilangnya corak dalam bermedia, dalam memberikan nilai yang ditonjolkan. Satu media dengan media lain, dengan adanya tren, akan membuahkan persamaan yang itu-itu saja. Menihilkan adanya inovasi dan ciri tersendiri. Adanya tren mengakibatkan media sebatas mengikuti hal yang sedang terjadi pada masa yang singkat saja, memanjakan siapa yang menikmati secara singkat hingga muncul tren lain. Corak pun hilang, kenikmatan semu dihadirkan melalui tren. Sehingga corak yang menjadi nilai keberagaman dalam IPM lama-kelamaan hilang. Membuat media-media IPM sebagai sesuatu yang seragam, cenderung membosankan dan menghilangkan militansi. Yang mana dengan adanya tren, tidak ada keunikan dan nilai yang memunculkan kesadaran dan rasa memiliki sebagaimana militansi itu sendiri. Ia hanya menjadi kenikmatan semu dan afirmasi.

Media Propaganda

Media juga mempunyai alat untuk propaganda. Ia adalah usaha untuk mempengaruhi setiap tindakan seseorang agar mendapat reaksi yang sama dengan si pembuat propaganda (Jowett & O’Donnell, 2012). Propaganda tak melulu dalam politik saja, ia bisa ada dalam aspek-aspek lain dalam rangka mempengaruhi seseorang pada aspek tertentu. Hal ini yang dapat dilakukan IPM dalam bermedia. Propaganda dapat dilakukan konten kritik, ajakan dan kampanye. Sayangnya propaganda dalam IPM belum menggigit, acap kali media dalam IPM hanya sebagai penerangan saja, berisi informasi acara, konten tentang hari atau momen tertentu dan promosi acara. Tidak sampai menjadi media yang menyalurkan kritik terhadap peristiwa atau memberikan ajakan-ajakan yang kuat sehingga dapat mempengaruhi pelajar untuk bertindak.

Apa yang ada dalam media merupakan alat persuasi saja, berbeda dengan propaganda, persuasi merupakan usaha untuk memberikan kepuasan bagi pemberi dan pembaca. Memberikan informasi sebatas afirmasi, membuat pembaca tahu bahwa media dalam organisasi tersebut memiliki acara sehingga dapat terkenal atau dikenal. Bukan menjadi ajang memperoleh dan mempengaruhi jalan pikiran atau pandangan massa (Prawira, 2011). Pada media sosial yang cukup besar yaitu akun instagram Pimpinan Pusat IPM dapat dijumpai konten postingan yang hanya bersifat persuasi. Sebatas afirmasi acara-acara di tingkat pusat hingga ranting, ucapan-ucapan hari-hari besar dan konten singkat serta kampanye yang rancu. Tidak ada memberikan konten dengan ajakan yang kuat, inspirasi yang tajam yang bisa dimanfaatkan untuk menggaet dan mempengaruhi secara baik massa.

Hal yang dapat disayangkan dalam bermedia IPM adalah kurangnya peran media dalam fungsi penyadaran. Fungsi ini cukup vital dan amat erat hubungannya dengan alat propaganda. Penyadaran adalah sesuatu yang hadir bila jalan pikiran telah terpengaruh sesuatu hal, inspirasi dan gerakan yang akan timbul dari dalam diri sendiri. Lagi-lagi media IPM hanya sebatas afirmasi kegiatan dan acara. Meninggalkan fungsi penyadaran yang penting. Penyadaran juga berarti memberikan inspirasi dalam bergerak bagi pelajar. Kritik yang timbul adalah adanya media IPM hanya menjadi ladang pencitraan pimpinan-pimpinan yang tidak bertanggung jawab. Demi mengais masa dan memberikan citra diri mereka sendiri, membawa embel-embel organisasi di belakangnya.

Media Penyadaran

Menanggalkan fungsi kesadaran atas organisasi namun atas persona seseorang membawa nama organisasi. Hal ini dapat membawa media IPM tergantung pada kubu atau tokoh tertentu. Menghadirkan kultus dan bias pengaruh, memberikan bias kesadaran pada pelajar. Ke arah mana mereka akan tergerak dan bergerak, organisasi atau individu. Dalam hal ini, media IPM mempunyai andil untuk menjadi alat penyadaran yang dominan. Menjadi alasan pelajar untuk kembali dan bersama berkembang. Penyadaran yang bersifat menggerakkan bagi pelajar.

Media IPM yang hanyut akan nilai-nilai corak, propaganda dan alat penyadaran tercermin pada hal apa saja yang harus diperbaiki. Corak yang membentuk militansi hilang akibat tren buatan globalisasi, alat propaganda juga hilang atas usaha persuasi dan penyadaran hilang karena bias serta minim inspirasi. Sehingga yang diharapkan dalam bermedia IPM yaitu penguatan dalam tiga aspek tersebut. Menjadikan media IPM punya pengaruh yang lebih luas dalam menentukan arah gerak massa, pedoman dan inspirasi pada pelajar Muhammadiyah.

* Catatan

  • Penulis adalah Bima Aditya Fajrian Bima Aditya Fajrian (Lembaga Media PW IPM DIY)
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis
Tags: ,
Awali Kegiatan New Normal, IPM LAMONGAN TURBA 3 Cabang
Tekan Angka Perokok di Bali, IPM Dukung Kebijakan Bupati
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

1 Komentar. Leave new

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.