Berhenti Mengglorifikasi Sejarah dan Kejayaan IPM!

Berhenti Mengglorifikasi Sejarah dan Kejayaan IPM!

OpiniOpini Pelajar
2K views
Tidak ada komentar
Berhenti Mengglorifikasi Sejarah dan Kejayaan IPM!

[adinserter block=”1″]

Berhenti Mengglorifikasi Sejarah dan Kejayaan IPM!

OpiniOpini Pelajar
2K views
Berhenti Mengglorifikasi Sejarah dan Kejayaan IPM!
Berhenti Mengglorifikasi Sejarah dan Kejayaan IPM!

Seperti yang kita ketahui, Ikatan Pelajar Muhammadiyah atau IPM merupakan salah satu organisasi otonom Muhammadiyah (Ortom). IPM yang merupakan anak bontot dari Muhammadiyah yang disebut-sebut paling disayang oleh ayahanda. Berdirinya IPM tidak lepas dari gerakan Muhammadiyah sebagai dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar, yang sebagai tangan ayahanda Muhammadiyah di amal usaha sekolah Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Sekalipun lahirnya IPM dahulu diawali dengan berbagai pro-kontra di kalangan warga Muhammadiyah, namun IPM mampu menjawab segala cercaan dan tekanan dahulu kala, dan akhirnya mampu bertengger kokoh sebagai Organisasi pelajar moderat hingga detik ini.

Pada 18 Juli lalu, ditengah hiruk pikuk pasca Muktamar ke-22, IPM telah menginjak umur 60 tahun. Umur 60 tahun merupakan umur yang tua, mungkin kalo IPM merupakan sebuah individu, ia kini sudah menginjak umur senja. Namun, dengan umurnya yang tua tersebut apakah prestasinya sudah sebanyak dan se-berjaya angka umurnya?

Sejarah Prestasi dan Kejayaan IPM

Seperti yang kita tahu, IPM punya beberapa prestasi mentereng yang dipajang di bio sosial media resminya Pimpinan Pusat (PP) IPM, yakni lima kali menjadi OKP Terbaik Nasional (2006, 2011, 2013, 2015, dan 2016), dua kali mendapatkan ASEAN TAYO (2011 dan 2014), dan PPI Sociopreneur 2015. Dalam website resmi PP IPM juga terdapat sejarah singkat IPM yang dapat kita akses dan baca dengan mudah. Dari sana kita bisa tahu bahwa ternyata IPM punya sejarah-sejarah yang ciamik.

Di sana juga tertuliskan beberapa fase dalam perjalanan hidup IPM. Yang pertama fase pembentukan pada tahun 1961-1976, lalu fase kedua setelah pembentukan adalah fase penataan pada tahun 1976–1992, dilanjutkan fase pengembangan pada 1992–2008, dan fase terakhir adalah fase kebangkitan pada tahun 2006–2010. Lalu pasca tahun 2010 apakah merupakan fase kejayaan IPM setelah bangkit?

Apa Indikator Kejayaan IPM?

Apabila kini adalah fase kejayaan IPM, tapi sebenarnya apa indikator kejayaan IPM tersebut? Apakah berdasar informasi dari (Kemendikbud, 2020) jumlah anggota dan kader IPM-nya yang jumlahnya mencapai satu juta dari seluruh pelajar Muhammadiyah? Apakah jumlah pimpinannya yang berdasar informasi dari website resmi PP IPM jumlahnya mencapai 2.862 pimpinan? Atau prestasi-prestasi yang di dapat oleh kader IPM maupun IPM-nya itu sendiri yang mentereng di setiap akun media sosialnya dan biasanya terpampang di setiap kesekretariatan pimpinan?

Tiga hal yang penulis tanyakan di atas merupakan pencapaian-pencapaian yang sering digembor-gemborkan kader IPM. Mulai dari jumlah kader yang bejibun, pimpinan yang banyak di seluruh Indonesia, dan beberapa prestasi tingkat nasional dan internasional. Atau malah hal-hal yang sifatnya politis yang menjadi indikator kejayaan IPM di masa sekarang? Hmm.. We don’t even knows.

IPM Menjadi Batu Loncatan

Dalam salah satu opini kader IPM di website resmi PP IPM yang berjudul “Ada Apa dengan IPM Hari Ini?”, penulisnya menuturkan maraknya dinamika dan fenomena bahwa IPM kini hanya “kendaraan dan bau lompatan” yang bersifat politis. Penulis sepakat dengan fenomena yang kini terjadi di IPM tersebut. Selain menjadi batu lompatan yang sifatnya politis, kini IPM juga menjadi wadah untuk mencari keuntungan dan kenyamanan hidup pribadi atau golongan tertentu.

Hal yang seperti ini memang wajar-wajar saja apabila terjadi. Namun, hal tersebut jangan sampai dijadikan oleh kader IPM sebagai tujuan utama dalam ber-IPM dan tetap berkontribusi nyata dan baik terhadap program IPM dalam berkarya dan berprestasi yang dibarengi dengan sistem controlling organisasi dan pribadi kader IPM. Sehingga tidak melupakan khittah perjuangan dan semangat ngerumat umat, khususnya pelajar Muhammadiyah.

IPM Bisa Apa Sekarang?

IPM jika berdasarkan sejarah masa lalunya, maka IPM di umur 60 maka sudah akan masuk usia lanjut. Namun, kalau kita bicara masa depan maka IPM masih sangat muda. Tergantung dari sudut pandang mana, dan IPM akan memilih yang mana dan apa yang akan kita lakukan. Apakah kita akan terus terjebak pada romantisme masa lalu dengan segudang cerita baik dan prestasinya. Setelah kita mengetahui segudang cerita baik dan prestasinya, lalu apa yang bisa dilakukan kader IPM sekarang?

Sebagai kader IPM, kita jangan berlebihan dan terlalu larut dalam romantisnya kejayaan masa lalu IPM. Akan percuma jika prestasi masa lalu terus dibahas, terus dibangga-banggakan, terus digaungkan tanpa ada keinginan untuk mencetak prestasi-prestasi baru. Life must goes on, begitupun dengan gerakan, karya, dan prestasi IPM. Prestasi dan kejayaan di masa lalu cukup menjadi spion kendaraan IPM, agar selalu ingat kerja keras para pendahulu kita. Dan sudah seharusnya menjadi motivasi bagi para kader IPM sekarang untuk menciptakan prestasi baru yang lebih gemilang. Terlebih dengan adanya bidang-bidang baru di PP IPM, seharusnya bisa membuka jalan dan angin segar bagi IPM dan kader-kader potensialnya untuk menciptakan peradaban baru bagi ikatan.

Mulai sekarang penulis mengajak diri penulis sendiri dan seluruh kader-kader IPM dari pusat sampai ranting untuk berhenti mengglorifikasi dan meromantisasi sejarah dan kejayaan IPM yang sudah berlalu. Fokus pada IPM yang sekarang dan mulai menciptakan sejarah-sejarah baru bagi IPM dan Muhammadiyah. IPM saat ini tidak butuh glorifikasi masa lalu dari para kadernya. Namun, IPM saat ini butuh tangan-tangan dingin kadernya, untuk melakukan perubahan secara nyata. Guna mewujudkan Make IPM Great Again di masa mendatang.

  • Penulis adalah Hanif Indhie Pratama. Ketua Umum PD IPM Kota Yogyakarta. Mengaku suka ngeluh dan sok-sokan mbahas bola di twitter karena pecinta Arsenal. Hanif bisa ditemui di Instagram @hanifindhie. 
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Tags: ,
Kesadaran Kader dalam Kacamata Paulo Freire
Stanakovisme, Pelajar, dan Era Disrupsi
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.