Anak dan Wabah Pernikahan Dini

Anak dan Wabah Pernikahan Dini

OpiniOpini Pelajar
1K views
Tidak ada komentar
Anak dan Wabah Pernikahan Dini

[adinserter block=”1″]

Anak dan Wabah Pernikahan Dini

OpiniOpini Pelajar
1K views
Anak dan Wabah Pernikahan Dini
Anak dan Wabah Pernikahan Dini

Di Indonesia, pernikahan dini bukanlah hal baru. Sebelum kemerdekaan Indonesia, perkawinan anak merupakan masalah yang biasa terjadi dan masih dilestarikan oleh budaya dan tradisi.

Kasus pernikahan dini yang terus melonjak. Hal ini tak ayal jika membuat banyak orang tergelitik. Meskipun pemerintah sudah merevisi batas usia minimal perkawinan, namun nyatanya regulasi ini belum sepenuhnya menekan praktik pernikahan dini di Indonesia. Fenomena ini jika diteruskan akan berdampak buruk bagi anak.

Menurut data Kementerian Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan angka perkawinan anak tertinggi di dunia. Padahal dalam UU Nomor 16 tahun 2019 yang berlaku sejak 15 Oktober 2019 sudah jelas
mengatur usia minimal perkawinan ialah 19 tahun untuk perempuan dan laki-laki, namun tidak bisa di pungkiri praktik perkawinan anak memiliki dampak jangka panjang terhadap anak, keluarga, dan generasi masa depan.

Di sisi lain fenomena ini marak terjadi baik di perkotaan dan pedesaan. Ada beberapa faktor yang menjadi dasar pernikahan dini, salah satunya adalah faktor ekonomi karena merasa tak mampu membiayai hidup anak gadisnya. Sebagian orang tua memilih menikahkan putrinya sendiri sedini mungkin. Di sisi lain, faktor budaya dan tradisi lokal juga kerap kali menjadi salah satu sebabnya.

Lalu Bagaimana Dampaknya Bagi Anak?

Hal ini biasa terjadi pada laki-laki yang menikah di bawah umur tentu di tuntut untuk mencari nafkah. Memangnya usia anak sudah sanggup?. Kesiapan ini yang kemudian belum sepenuhnya ada pada anak. Pada akhirnya kesiapan
mental dalam menanggung nafkah dan berperan sebagai suami dan ayah belum siap.

Selain itu, pada perempuan yang menikah di bawah umur berpeluang lebih tinggi mengalami putus sekolah, kesehatan mental terganggu, kehamilan dini dan beberapa dampak lainnya. Perempuan bukanlah objek dan wahana yang bisa di kendalikan. Perempuan berhak memiliki kesempatan yang sama dengan Laki-laki. Adanya diskriminasi terhadap perempuan yang secara tidak langsung tidak memberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.

Ada beberapa tindakan yang mungkin dilakukan. Pertama, kepedulian terhadap kesejahteraan rakyat menjadi PR yang krusial bagi pemerintah. Dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perkawinan anak dengan dalih ekonomi dapat dihindari.

Kedua, memberikan pemahaman kepada anak bahkan orang tua tentang pernikahan. Ini merupakan hal mendasar lainnya yang harus segera dilakukan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. Serta penegakan hukum terhadap pernikahan anak di Indonesia.

Kawal Anak!
Stop Perkawinan Anak!

  • Penulis adalah Asrianto Rajab, Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik PD IPM Gowa 2021-2023.
  • Substansi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Revitalisasi Gerakan Keilmuan, Konpida IPM Boyolali Resmi Dibuka
Pelajar Paham Hukum: Menciptakan Pergaulan yang Bijak di kalangan Pelajar
Mungkin anda suka:
Advertisement

[adinserter name=”Block 2″]

Suka artikel ini? Yuk bagikan kepada temanmu!

Terpopuler :

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.